KDR (Kerja Diatap Rumah)

Sejak hari Jum’at, 20 Maret 2020. Seluruh team Excellent mulai menerapkan WFH (Work From Home) atau KDR (Kerja Dari Rumah).

Sebenarnya bukan sekali ini saja kami melakukan kerja dari rumah. Kerja di PT. Excellent Infotama Kreasindo itu tidak harus pergi ke kantor. Bisa di perpustakaan, coworking space atau di Food Hall Mall. Intinya tempat manapun diluar kantor yang buat kita nyaman dengan suasana yang berbeda. (Baca : Bekerja Tidak Harus dan Selalu di Kantor)

Beruntung saya mendapatkan pekerjaan yang bisa dibawa pulang. Bekerja dimanapun bisa dilakukan, asal ada internet, laptop dan stop kontak.

Selama masa karantina di rumah masing-masing, sebagai bentuk pencegahan dan memutus rantai penularan virus Covid-19. Kerja dari rumah memiliki sensasi rasa tersendiri. Setiap pagi saya mesti mencari tempat disudut rumah saya yang OK untuk melakukan meeting online. Mungkin backgroundnya mendukung, tapi sinyal internetnya tidak mendukung. Maka saya harus mencari tempat lain yang bagus untuk melakukan meeting online.

Saya suka membaca dan melihat tulisan atasan saya di Facebook, bagaimana dia bekerja diatas balkon rumahnya. Melihat pemandangan dari ketinggian. Walaupun hanya atap-atap rumah tetangganya yang tersaji dihadapannya.

Waktu itu saya pikir, “Itu mah biasa saja”. Wong setiap hari juga yang saya lihat atap rumah tetangga.

Tapi selama masa bekerja dari rumah yang sedang berlangsung saat ini dan kemudian pohon mangga besar disebelah rumah saya juga di tebang. Lihat gambar ini.

Terlihat atap-atap rumah tetangga saya kan?

Ternyata memang beda ya rasanya. Cuacanya yang mendukung tidak terik dan sedikit mendung, angin sumilir, pohon jambu biji disebelah saya yang ranting dan daunnya saling bertepukan. Jadi suasana yang berbeda.

Saya baru tahu, “Oh seperti ini ya rasanya bekerja dibalkon rumah.”

Saya juga punya kolam ikan, walaupun isinya hanya ikan patin, ikan lele dan ikan gurame.

Di kantor tempat saya bekerja itu ada saung yang dibawahnya terdapat kolam ikan. Yang ditengahnya dibuat jalan dan kanan kirinya banyak tanaman.

Saya memang sempat kepikiran, kalau punya rumah nanti mau minta dibuatkan taman dan saung yang seperti itu.

Dari kecil saya itu suka sekali kobok-kobok air yang ada ikannya. Dulu kalau mandi itu pasti sama ikan. Ibu saya sering beli ikan koi yang masih kecil, hanya untuk ditaruh bak untuk mancing saya supaya mau mandi.

Tapi karena saya nakal, ikan-ikan itu umurnya tidak panjang. Kadang karena terlalu gemas, ikan tersebut saya tangkap dan saya pencet sampai tewas.

Dan gemas terhadap ikan yang berenang itu sampai sekarang masih terbawa. Apalagi ikan milik Pak Boss yang disaung itu kan ikan patin yang sudah besar-besar. Yang enak untuk dimasak dijadikan sop *Ehh bukan

Maksudnya ikannya itu gemesin, soalnya mirip hiu pasir. Jadi sesekali saya memberi pakan ikan ke kolam itu, rasanya seru-seru gimana gitu. Karena kan kolamnya jadi berisik. Ikan-ikan berebut makanan.

Nah, berhubung saya punya juga kolam ikan di rumah. Kemarin sesekali saya tebar juga pelet pakan ikan. Mumpung Ayah saya tidak di rumah.

Dan itu rasanya memang beda, pikiran itu jadi fresh dan tidak terlalu stres.

Dan setelah saya pikir-pikir, mungkin di Excellent dibuatkan taman yang demikian untuk mengurangi tingkat stres karena klien yang ngeselin. Mungkin. Karena klien yang bawel dan ngeyel. Mungkin juga.

Dan selama bekerja di rumah ini, Ibu saya jadi lebih perhatian. Buktinya setiap pagi sudah ada sabu untuk saya.

Saya menyebutnya KDR (Kerja Diatap Rumah). Ya mau gimana? Kamar saya dilantai dua yang merupakan atap dari lantai satu.

Oh iya ada satu lagi enaknya kerja dari rumah. Saya bisa tengkurap sambil bekerja. Nomaden atau pindah-pindah tempat. Dari ruang tamu, pindah ke balkon, pindah lagi ke kamar. Sampai pukul 16.30.

Walaupun kerja dari rumah, jangan lupa mandi ya.

Investasi Modal Sayang

Mewabahnya Virus Corona tidak hanya berdampak pada investasi saham yang saya punya, tetapi berdampak juga pada investasi hewan ternak yang saya jalani saat ini.

Berawal dari tragedi kecelakaan yang dialami pacar saya, mengharuskan dia resign dari pekerjaannya di Bekasi dan pulang ke kampung halamannya di Klaten.

Tidak banyak kegiatan yang dia lakukan selain dari membantu mengurus usaha orang tuanya dan melakukan beberapa pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan oleh adik perempuannya. Karena saat ini kedua adik perempuannya sudah ada yang menikah dan merantau di Jakarta. Artinya sudah tidak ada yang bisa membantu, kecuali pacar saya sendiri yang membereskan rumah.

Tiga bulan pertama, pekerjaannya masih belum jelas. Luntang-lantung kesana kemari. Hanya mengandalkan keahliannya menjual beberapa sparepart motor tua, karena memang hobinya yang suka mengoleksi motor tua. Dan tentunya dengan bantuan jaringan temannya dibeberapa daerah, dia bisa menghasilkan uang.

Tapi karena usianya yang semakin bertambah juga, jika hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan itu menurut saya tidak akan tercapai niat baiknya dia untuk mengajak saya ke jenjang yang lebih serius. Karena tidak menutup kemungkinan, restu orang tua akan berubah hanya karena status pekerjaan dan pendapatan yang dihasilkan. Walaupun untuk urusan rezeki, Allah sudah mengaturnya.

Akhirnya dicari usaha apa yang bisa dijalani dengan memanfaatkan beberapa aset orang tuanya. Seperti lahan rumah yang luas, kebun bambu yang rimbun dan kebun lainnya yang dia punya.

Saya berpikir selama ini dia hanya mengandalkan sapi nya untuk meyakinkan saya bahwa dia punya modal banyak. Tapi ibu saya bilang, “Kalau dia belum punya 1000 sapi, jangan harap dapat restu”.

Saya kan tidak mungkin menyampaikan itu ke dia.

Saya suruh dia belajar budidaya ikan lele. Dia mau belajar, dia juga mau prakteknya. Dia tau butuh banyak modal. Saya suruh dia belajar ikan lele, karena melihat ayah saya yang biasa pelihara ikan dengan mudah dan cepat besar. Jadi pikir saya, siapa tahu dia bisa dapat untung banyak dan punya kegiatan. Jadi nggak nganggur-nganggur amat😁

Dia belajar bagaimana membuat kolam, air yang bagus untuk ikan lele, pakannya, semuanya dia pelajari termasuk adanya racun yang mungkin dirasakan ikan lele.

Awal pembelian 1000 ekor. Tambah 1500 ekor. Jadi punya 2500 ekor ikan lele.

Untuk pemasarannya dia sudah punya chanel. Jadi tidak perlu khawatir. Niatnya keuntungan penjualan ikan lele itu akan diputar untuk tambahan modal pembelian anak sapi.

Termasuk saya, saat ini ikut membantunya menyisihkan uang untuk usahanya itu. Dan in shaa Allah di akhir Juni nanti akan membeli 1 lagi anak sapi.

Tapi karena saat ini banyak yang mewabah Virus Corona, untuk pakan sapi itu ikut berimbas. Biasanya dengan uang Rp35.000 sudah dapat segelundungan, bisa untuk pakan empat sapi dalam sehari. Bisa juga diberi pakan jerami, padi-padi sisa hasil panen itu. Kalau jerami itu gratis, kita sendiri yang babatin. Tapi harus nunggu orang yang punya sawah selesai panen😂

Sebulan lalu, sapi yang dibeli pertama kali, paling besar sendiri, tidak mau makan. Karena lidahnya sariawan. Badannya kurus. Saya sendiri jadi khawatir. Kalau mati, bisa rugi saya. Harusnya kalau dijual dengan ukuran sekarang bisa dapat Rp12.000.000. Kalau mati, rugi Rp12.000.000, walaupun modal awalnya Rp7.000.000.

Akhirnya dipanggil lah dokter hewan ke rumahnya. Gratis. Disuntik pantatnya 3x. Sembuh. Mau makan lagi.

Tapi kekhawatiran yang dialami saat ini bukan sariawannya sapi. Justru pakan sapinya. Virus Corona itu buat orang jadi mengambil kesempatan untuk menaikan harga-harga yang tidak ada semestinya. Saat ini si sapi diberi pakan rumput-rumput liar yang ada di kebun doi.

Sambil paralel dia tanam rumput kolonjono. Supaya lebih hemat. Dan tetap dapat untung.

Jadi tujuan investasi bantu pacar itu, supaya dia lebih banyak kegiatan, modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Dan pastinya karena modal sayang, jadi biaya pakan sapi tuh tidak terhitung🤣

Kesel Aja Gua

Minggu lalu kantor tempat saya bekerja, kedatangan tamu dari salah satu badan pemerintahan. Bukan hanya bertamu melainkan membahas terkait kerjasama yang akan dilakukan di pertengahan bulan depan. Artinya jika dihitung sampai dengan tanggal pelaksanaan, tidak sampai satu bulan waktu yang diberikan untuk menyiapkan semua kebutuhan.

Kebutuhan yang dimaksud disini misalnya soal berkas administrasi yang nantinya dilampirkan. Karena biasanya di beberapa kegiatan terkait kerjasama dengan badan pemerintahan, pasti dibutuhkan banyak lampiran dokumen legal atau surat-surat pernyataan resmi dari pihak tertentu.

Benar saja. Untuk berkas penagihan mereka meminta beberapa dokumen legal dan tambahan surat resmi yaitu Surat Referensi Bank.

Pikir saya itu mudah, tidak sampai dua hari untuk bisa menyiapkan itu semua. Untuk Surat Referensi Bank saya bisa minta langsung ke Bank, yang mestinya tidak akan memakan waktu lama karena hanya butuh satu lembar saja surat berisi pernyataan. Lagi pula rekan kerja saya juga pernah beberapa kali pergi ke Bank untuk urus surat tersebut. Jadi saya bisa tanya langsung apa saja persyaratannya dan lampiran apa yang mesti disiapkan disisi saya agar nantinya tidak ada kendala saat akan diproses oleh pihak Bank.

Syaratnya saya hanya perlu buat Surat Permohonan Pembuatan Referensi Bank dan Surat Kuasa. Karena sempat ada miskomunikasi dengan rekan kerja saya dan diseling beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Akhirnya surat persyaratan tersebut molor hingga keesokan harinya baru selesai saya buat.

Dilema, karena kalau pergi ke Bank lewat dari jam 12 siang, pasti suasana pelayanannya berbeda dibanding pagi hari yang masih fresh. Akhirnya saya putuskan besok paginya saja pergi ke Bank tersebut.

Saya tahu besok akan pergi ke Bank apa. Bank yang beberapa kali punya pengalaman ngeselin dengan saya.

Saya pernah ditolak saat akan melakukan pembukaan rekening. Karena saya belum punya KTP waktu itu. Usia saya masih 15 tahun. Akhirnya saya bawa Ibu saya ke Bank tersebut, ternyata bisa dan langsung jadi.

Yang kedua waktu saya buka rekening kembali di usia 17 tahun, sudah buat KTP, tapi kartunya sudah 6 bulan lebih tidak ada wujudnya. Hanya kertas selembar berbentuk resi. Dengan percaya diri saya membuka rekening kembali menggunakan resi KTP tersebut. Pembukaan rekening berhasil dilakukan. Hanya saja, saya tidak diberi kartu ATM. Jadi selama KTP saya belum jadi, saldo yang masuk ke rekening saya itu menumpuk. Tidak bisa diambil lewat mesin ATM. Mesti ke Bank.

Nah, agar tidak terjadi kendala lagi, makanya sebelum besok pergi ke Bank itu, saya mesti menyiapkan sedetail mungkin.

Jum’at, 21 Februari 2020. Sekitar jam 08.00 WIB, saya berangkat ke Bank tersebut. Karena saya beberapa kali pernah pergi kesana. Dari rumah hawanya percaya diri saja.

Sekitar 10 menit saya sudah sampai Bank, berangkat dari kantor. Karena memang jaraknya dekat sekali. Tapi, saat akan memasuki parkiran, “Lho kok mobil semua yang kelihatan parkir. Apa kalau bawa motor parkirnya ditempat lain?”

Perasaan saya waktu itu sama saat pertama kali saya disuruh melakukan pembukaan rekening. Masuk ke area Bank itu ada perasaan minder. Serasa semua orang itu pandangan matanya tertuju kepada saya. Padahal nggak. Nggak ada yang mau merhatiin juga🤣

Karena sudah terlanjur masuk lorong parkir, saya modal pede saja deh.

“Ngueeennnggggg, bablas blas!” Saking percaya dirinya ngebut dilorong parkir.

Eh dikejar dan diteriaki Satpam.

Saya berhenti.

Kata dia, “Mbaknya karyawan atau nasabah?”

Saya jawab, “Saya nasabah.”

Dia bilang lagi, “Oh yaudah, parkirnya kesana lagi Mbak. Nanti disebelah kanan ada motor-motor ya.”

Sebelum berhenti dikejar Satpam, sebenarnya mata saya sudah melirik parkiran motor disebelah kiri. Saya kira parkiran motornya pindah. Ternyata yang disebelah kiri itu untuk karyawan Bank. Untung dikejar Satpam. Saya jadi nggak malu kan kalau sampai salah parkir😁

Jalan sedikit menuju ruangannya, kemudian disambut Satpam lain. Suasanya masih sejuk ya, karena diruangan AC dan masih pagi juga. Para customer service belum semuanya siap di meja masing-masing. Baru pada beberes lah, siap-siap. Karena masih pagi sekali.

Saya ditanya Satpam, mau ngapain. Ya, saya bilang mau minta Surat Referensi Bank atas nama perusahaan.

Dia tanya lagi, “Jenis rekening ibu, giro atau tabungan?”

Saya jawab saja, “Tabungan”

Sambil mikir-mikir, “Lhaaa kok ditanyain gituan sih”. Kata rekan kerja saya malah cukup kasih berkas ke Pak Satpam. Nanti dikasih tau sehari setelahnya suruh balik lagi.

Pak Satpam tanya lagi, “Ibu bawa buku rekeningnya?”

Saya jawab, “Saya cuma mau minta Surat Referensi Bank pak. Infonya cuma butuh Surat Permohonan dan Surat Kuasa aja.”

Kemudian disuruh tunggu dan saya dikasih nomor antrian. Kebetulan karena masih pagi saya dapat antrian nomor urut 003.

Giliran saya maju ke CS nomor 2. Ya seperti biasa disambut jabat tangan. Ditanya apa yang bisa dibantu. Saya jawab sama seperti, Pak Satpam tanya tadi.

Berkas yang saya bawa mulai di cek. Satu per satu.

Si CS tanya KTP asli saya dan minta copyan KTP Boss saya.

Saya kasih KTP saya, tapi saya bilang kalau copyan KTP Boss saya tidak saya bawa.

Si CS debat saya, “Harusnya dibawa Mbak copyannya. Soalnya nanti dibutuhkan. Kan pak Masim memberikan kuasanya ke Mbak Fitra untuk membuat surat ini.”

Saya jawab, “Sebenarnya perusahaan kami sering minta surat ini Mbak. Dan berkasnya cukup ini saja. Nggak perlu copyan KTP atasan saya.”

Dia bilang, “Coba saya tanya ke bagian kantor dulu, kira-kira bisa atau tidak ya.”

Padahal dalam hati deg-degan dan ngedumel, “Perasaan gua kalo kesini ada aja yang dimasalahin.”

Tidak lama kemudian, Mbak CSnya keluar dari ruangan bagian surat menyurat. Mimik mukanya flat. Saya sudah mengira-ngira, “Pasti salah lagi aja nih gua, segala copyan KTP ga dilampirin”. Sudah pasrah saja bawaannya, pasti bolak balik lagi.

Eh tapi nggak deh. Ternyata kata CSnya untuk suratnya bisa diproses dan saya disuruh ambil di hari Senin atau Selasa.

Ya, OK lah.

Karena saya minta dibuatkan di Jum’at pagi, mestinya hari Senin sudah bisa diambil. Toh itu kan hanya satu lembar surat saja. Lagi pula kepotong libur hari Sabtu dan Minggu.

Saya yakin sih, kalaupun Senin saya ambil pasti belum selesai dibuat. Akhirnya saya kasih untuk spare waktu mereka. Senin tidak saya ambil dan kebetulan di hari Selasa nya ada musibah banjir. Jadi akses jalan menuju Bank ditutup. Saya sendiri bingung mau ke Bank lewat jalan mana. Sehingga saya putuskan ambil surat tersebut di hari Rabu saja.

Rabu, 26 Februari 2020. Saya santai sekali, mengaggap semua lancar. Merasa surat saya sudah selesai dibuat, hanya perlu diambil. Saya set untuk ambil surat tersebut di jam 09.00 WIB saja, saya masih bisa stand by. Balas beberapa email terlebih dahulu.

Jam 09.10 WIB saya sampai di Bank itu kembali. Sebelum Pak Satpam tanya apa keperluan saya, saya sudah lebih dulu bilang kalau saya mau ambil surat referensi tersebut. Yang dijanjikan bisa diambil hari Senin itu.

Ini soal tingkatan emosi. Eaaaa~

Saya kecewa sebenarnya. Karena menunggu terlalu lama hanya untuk ambil surat yang sudah saya submit di Jum’at pagi, pada minggu sebelumnya dan ternyata baru dibuat di hari pada saat saya mau ambil surat tersebut.

Di 30 menit pertama emosi saya masih semata kaki. Kaki saya tidak bisa diam. Rasanya mau buru-buru ke parkiran. Ambil motor balik ke kantor. Karena saya kan izinnya ambil surat. Masa lama banget.

Sudah lewat 1 jam menunggu, emosi saya naik sepinggang. Saya sudah tidak nyaman duduk. Saya tanya lagi ke Pak Satpam soal surat saya itu. Pak Satpam dengan nada agak jengkel juga, bilang ke saya untuk sabar menunggu. Tapi saya bilang, kalau saya sudah minta itu dari Jum’at sebelumnya, kan tinggal ambil. Masa sampai 1 jam. Hasilnya ya sama, saya suruh duduk lagi. Tetap saya tidak nyaman. Karena saya izin ke kantor itu pergi sebentar untuk ambil surat.

Ditunggu-tunggu sampai jam 12 siang. Hampir 3 jam. Emosi saya sudah naik lagi sampai ke mulut. Hanya untuk “ambil surat”. Saya agak bingung sebenarnya. Saya pulang dulu ke kantor, terus nanti balik lagi juga buang-buang waktu. Saya nunggu di Bank juga hampir jam istirahat mereka. Dan nggak ada kepastian.

Akhirnya karena sudah terlalu kesal. Saya bangun dari tempat duduk. Dan sepertinya Pak Satpam yang tadi menyuruh saya sabar menunggu, sadar kalau saya sudah kesal sekali. Ya biasa, dia bilang ke saya suruh tunggu lagi, dia mau ke ruangan tempat buat suratnya tadi.

Dan benar. Suratnya baru dibuat hari itu dan baru selesai ditandatangani.

Disebut jengkel, ya jengkel banget lah ya. Untung emosinya masih semulut. Kalau sudah diubun-ubun, bisa nangis saya. Bisa badmood banget seharian.

Nggak tau kenapa, saya selalu bermasalah kalau urus sesuatu di Bank itu😅

Cara Format Flashdisk di MacBook

Sebagai pengguna baru dalam mengoperasikan MacBook, rupanya tidak semua dapat dilakukan secara instan. Mungkin beberapa pekerjaan dapat dijalankan secara cepat dan mudah. Namun dalam hal sepele, misalnya memformat flashdisk, ternyata tidak dapat dilakukan hanya dengan tap dua jari lalu pilih option “Format”.

Lalu bagaimana caranya memformat flashdisk di MacBook? Kalian bisa mengikuti langkah-langkah berikut ini :

1. Sambungkan flashdisk pada MacBook

2. Buka folder Applications dan klik “Utilities

3. Klik “Disk Utility“. Jendela Disk Utility akan muncul di layar

4. Klik nama flashdisk Anda pada bagian kiri di Disk Utility

5. Klik tab “Erase” yang tampil di bagian atas jendela Disk Utility

6. Klik menu yang ada di sebelah “Format

Pada bagian format ada berbagai macam opsi yang bisa kalian pilih. Perlu diperhatikan dari tiap-tiap opsi yang dipilih. Kalian harus tahu perbedaannya. Berikut penjelasannya :

  • Mac OS Extended (Journaled), ini adalah format file system untuk Mac, yaitu HFS Plus Journaled. Jika kalian pilih opsi ini, maka flashdisk hanya dapat dilihat datanya apabila disambungkan ke MacBook saja. Flashdisk juga tidak akan terbaca apabila disambungkan ke komputer dengan sistem operasi Windows.
  • Mac OS Extended (Case-sensitive, Journaled), partisi akan dibuat case-sensitive, artinya folder LAPORAN (huruf besar), akan dianggap berbeda dengan folder laporan (huruf kecil).
  • Mac OS Extended (Case-sensitive, Journaled, Encrypted), umumnya sama dengan opsi yang dijelaskan sebelumnya. Namun ada penambahkan password dan enkripsi di partisi case-sensitive journaled.

Kemudian ada ExFAT dan MS-DOS (FAT). Keduanya merupakan file system untuk volume Windows, artinya jika kalian mencari nama flashdisk di Mac agar terbaca juga di Windows, maka kalian bisa pilih opsi dua file system ini.

Lalu apa beda diantara keduanya?

  • MS-DOS (FAT), ini merupakan file system universal yang bisa diakses di Mac ataupun PC dengan sistem operasi Windows, support berbagai versi sistem operasi lawas, namun punya kelemahan mendasar yaitu tidak bisa berurusan dengan file berukuran lebih dari 4GB.
  • ExFAT, lebih baru dari MS-DOS (FAT), mendukung file diatas 8GB, dan bisa kalian gunakan di volume dengan ukuran lebih dari 32GB. Hanya saja karena lebih baru, ExFAT ini tidak support Mac OS X lawas dibawah versi 10.6.5 dan juga Windows versi lawas dibawah XP SP2.

7. Pilih format yang Anda sukai. Dapat dipertimbangkan dengan penjelasan yang sebelumnya sudah disampaikan.

8. Ketik nama Anda pada bagian “Name”. Ini bisa dilakukan apabila kalian perlu mengganti nama flashdisk. Jika tidak ingin mengubahnya, opsi tersebut bisa di lewatkan.

9. Klik opsi “Erase” yang terletak di pojok bawah kanan Disk Utility. Tunggu hingga proses format selesai dilakukan.

10. Silakan klik “Done”. Proses format flashdisk sudah berhasil dilakukan.

Selamat mencoba 😊

Investasi Pendidikan

Sudah satu setengah tahun saya menjadi mahasiswi. Pagi sampai petang jadi karyawati. Malam jadi mahasiswi. Tak terasa jika tahun ini saya akan duduk di semester 4 dan 5. Dimana banyak yang bilang, semester inilah para mahasiswa merasakan stres luar biasa.

Saya memang menunda kuliah selama satu tahun. Selain karena alasan financial, juga karena waktunya yang terburu-buru.

Dalam setahun itu ternyata bisa saya gunakan untuk menabung dan membeli beberapa kepentingan lainnya sebagai penunjang kerja saya. Saya sebut terburu-buru karena pada dasarnya saya ingin menggunakan waktu setahun itu untuk menikmati hasil keringat saya sebelum nantinya akan bertambah kegiatan baru yaitu kuliah.

Saya itu sebenarnya butuh me time. Butuh liburan.

Karena setelah ujian nasional selesai dilaksanakan, esoknya saya sudah langsung bekerja. Tidak ada jeda sehari pun. Tanggal 3 – 6 April 2017 dilaksanakan ujian nasional. Tanggal 7 April 2017, saya sudah mulai masuk kerja.

Setidaknya hal itu bisa saya ceritakan ke anak saya nanti.

Sulitnya menabung untuk modal kuliah sangat saya rasakan. Me time cuma jadi kadang-kadang bukan malah keseringan. Karena saya harus menunda kesenangan.

Kurangnya informasi terkait biaya pendaftaran dan biaya tiap semester menjadikan saya tidak punya patokan untuk menyisihkan uang tiap bulannya. Apalagi jurusan yang paling mahal bayarannya ternyata jurusan yang saya ambil, yaitu Administrasi Publik yang konsentrasinya pada Administrasi Perpajakan.

Selain karena banyak peminatnya, jurusan yang saya ambil rupanya juga bisa sampai pada pendidikan S1. Karena untuk perpajakan sendiri di Universitas lain rata-rata hanya bisa diikuti sampai dengan D3 saja.

Mengapa saya memilih mengenyam pendidikan S1 di jurusan Administrasi Perpajakan, sedangkan basic saya adalah IT?

Berawal dari pengalaman kerja saya selama satu tahun pertama yang diposisikan sebagai accounting. Sehingga sering dihadapkan dengan angka-angka, yang tidak lepas dari akuntansi dan perpajakan, membuat saya ingin mengetahui lebih jauh tentang ilmu tersebut.

Alasan lainnya muncul saat ada konsultan pajak yang membantu pelaporan pajak di perusahaan tempat saya bekerja. Yang ternyata dia itu rumahnya tidak jauh dari rumah saya.

Beberapa berkas untuk diaudit biasanya beliau minta. Dan untuk sampai ke beliau biasanya dititipkan ke saya.

Kami selalu janjian untuk bertemu jam 07.00 pagi di pertengahan antara rumah saya dan dia, sebelum saya pergi ke kantor.

Saat bertemu biasanya dia ditemani oleh ibunya dan anaknya sambil membawa belanjaan sayuran.

Pikir saya, “Enak juga ya, pagi-pagi masih bisa belanja sayur, sambil momong anak, terus bisa punya duit sendiri. Kerjanya tidak terikat di satu perusahaan saja. Hanya hitungan bulan bisa menghasilkan uang banyak. Ternyata enak kerja jadi konsultan pajak.”

Hal itulah yang akhirnya mengantarkan saya untuk terjun di jurusan Administrasi Perpajakan.

Semester 1 agak kaget karena mesti belajar dasar akuntansi 1. Dimana uang keluar harus dicatat dengan penjurnalan.

Semester 2, sama. Khawatir soal nilai yang berpengaruh untuk bisa naik semester. Pada semester ini saya hampir kalah. Namun kembali lagi dengan tujuan awal untuk melanjutkan pendidikan, karena saya memang ingin kuliah.

Semester 3, yang saat ini sedang berjalan. Semakin terasa sulitnya. Dari segi mata kuliah yang dipelajari hingga dosen-dosen yang semakin tidak jelas ketika menerangkan.

Mungkin bukan tidak jelas dalam menerangkan, bisa jadi karena saya sudah ngantuk dan rasanya ingin pulang ke rumah.

Tantangan tersulit menjadi mahasiswa reguler malam adalah menahan rasa ngantuk dan tetap fokus.

Maka ketika tantangan sulit itu datang, sangat diperlukan dosen yang baru ngajar sebentar ngajakinnya pulang terus. Hehehe😁

Saya kira jurusan pajak yang saya ambil benar-benar fokus pada pembahasan pajak saja. Ternyata tidak, semisal kita harus bisa menyusun laporan keuangan, purchasing, belajar ilmu politik, organisasi hingga administrasi publik yang berkaitan dengan pelayanan publik juga dipelajari.

Bukan hanya mata kuliah yang dirasa semakin sulit. Biaya kuliah yang mesti dibayarkan juga semakin banyak. Hehehe😁

Karena dari SD sampai SMK masuk sekolah negeri. Jadi tidak begitu banyak mengeluarkan uang.

Semenjak masuk kuliah di Institut swasta, sangat terasa kalau uang itu cepat habis. Karena biaya yang keluar tidak sedikit😂

Apalagi menjelang ujian, sudah ada alarm peringatan, saldo di rekening bakal habis banyak.

Pernah nggak sih, waktu mau bayar kuliah atau bayar sesuatu dengan jumlah besar merasa kalau uang kita seperti hilang blasss…. begitu saja? Padahal tanpa disadari, apa yang kita keluarkan hari ini dapat menunjang kita atau tabungan kita untuk masa depan?

Kalau iya. Berarti kita sama.

Kalimat yang sering terucap oleh saya ketika melakukan pelunasan biaya kuliah adalah, “Yahhh… duit gue ilang deh”

Seketika lemes, terus kepikiran.

Tapi ada satu rekan kerja saya. Mbak Indah. Yang selalu meyakinkan, bahwa uang yang saya keluarkan hari ini adalah untuk investasi pendidikan. Yang mungkin setelah lulus kuliah nanti, uang yang keluar banyak saat ini bisa kembali. Atau mungkin bisa jadi tabungan ilmu untuk anak-anak kita nanti.

Mbak Indah bisa bilang seperti itu, karena dia sudah melewati apa yang sedang saya jalani hari ini.

Dipikir-pikir benar juga. Penghasilan yang saya dapatkan selama bekerja rupanya tidak sepenuhnya habis untuk mengisi perut saja. Ternyata sebagian besar uang yang keluar itu sudah digunakan untuk membeli barang yang mungkin dulu mustahil bisa saya dapatkan. Uang yang keluar itu rupanya diinvestasikan. Bukan hanya investasi saham tapi juga pendidikan.

Banyak kakak sepupu saya yang lebih menyarankan saya untuk menikah muda. Menurutnya, kuliah itu percuma. Saya perempuan, kalau sudah nikah pasti di rumah. Mengurus anak, mengurus suami intinya mengurus rumah tangga. Jadi kuliah itu tidak diperlukan karena hanya buang-buang uang. Cukup cari suami yang punya pekerjaan tetap, punya rumah dan mobil.

Pemikiran seperti itu menurut saya sangat sempit.

Lagi pula memangnya laki-laki yang punya semua itu bisa menyukai kita hanya karena atas dasar rasa cinta? Tidak ada faktor lain? Mungkin saja iya, mungkin juga tidak.

Kemungkinan besar karena faktor lain. Entah itu dilihat dari tingkat pendidikan atau bisa cari uang sendiri.

Pengalaman jaman SMP dulu, mendekati ujian nasional biasanya diberi form tentang data diri. Mengisi dua pertanyaan tentang pendidikan akhir orang tua. Saya termasuk yang biasa saja. Karena kedua orang tua saya masih sampai di pendidikan SMA sederajat.

Tapi lihat teman yang pendidikan orang tuanya hanya sampai tamat SD. Pasti mereka malu, dan lebih memilih untuk diam. Apalagi yang pendidikan orang tuanya sampai ke tingkat S1 dan S2. Mereka bisa membusungkan dadanya.

Saya kuliah, berkat dorongan ibu saya yang gagal ingin kuliah dan lebih memilih menikah dengan ayah saya. Walaupun kadang merasa berat mengeluarkan uang yang sebegitu banyaknya, siapa sangka tahun ini saya akan naik ke semester 4 dan 5.

Toh dengan kuliah juga, pacar saya jadi merasa semakin takut kehilangan saya.

Cara ke Merlion Park Singapore

Jalan-jalan ke Singapore rupanya belum lengkap kalau belum mengunjungi Merlion Park.

Beberapa icon yang dapat kita jadikan background untuk berfoto, sebagai bukti bahwa kita pernah pergi keluar negeri khususnya ke Singapore.

Icon-icon tersebut diantaranya, Merlion Statue dan uniknya bangunan Marina Bay Sands yang berbentuk sebuah kapal diatas tiga gedung mewah.

Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa sampai di Merlion Park?

Untuk kalian yang ingin wisata ke Merlion Park, khususnya yang memang sedang liburan di Singapore atau transit lama di Singapore. Kalian bisa dengan mudah mengunjungi Merlion Park dengan mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Pastikan kalau kalian sudah sampai di Bandara Udara International Changi Singapore (Changi Airport).

Pengalaman saya setelah terbang 1 jam dari Malaysia, saya sampai di Changi Airport T4. Pintu exit bandara tidak susah dicari. Karena setelah pengambilan bagasi, kalian bisa langsung bertemu pintu keluar dan ruang tunggu penjemputan Shuttle Bus.

2. Kemudian melakukan perjalanan ke Changi Airport T2.

Hebatnya di Changi itu disediakan Shuttle Bus yang bisa mengantarkan kalian ke Bandara T2 tanpa bayar alias gratis. Di T2 ada tempat wisata terkenalnya Singapore juga, namanya Jewel Changi Airport. Untuk kalian yang ingin mampir dulu bisa langsung kesana dengan mengikuti papan petunjuk. Dari T2 itu kalian dapat berjalan kaki menuju Jewel sekitar 5 hingga 10 menit melalui jembatan penghubung dari Area Keberangkatan di Lantai 2.

3. Mengikuti papan petunjuk masuk ke stasiun MRT Changi.

Untuk kalian pemegang uang cash dan baru pertama kali ke Singapore, sudah pasti kalian bingung bagaimana cara membeli tiket MRT.

Disana memang disediakan Commuter Vending Machine. Tapi tidak ada petugas yang berjaga ataupun memberi tahu tata cara pembelian harus kemana dan seperti apa?

Kalian harus banyak bertanya dan melihat bagaimana orang lain menggunakan mesin cetak tiket tersebut. Mesin cetak tiket disana sama seperti halnya pembelian tiket KRL diIndonesia. Kita hanya perlu jeli dalam melihat peta dan rute perjalanan MRT. Jangan lupa pembelian tiket lebih baik langsung pulang-pergi ya….

Supaya bisa sampai ke Merlion Park dari stasiun MRT Changi, pilih MRT jurusan stasiun Raffles Place.

Bagi pengguna Jenius saya sarankan tidak perlu membeli tiket. Tinggal tap saja debit card kalian. Itu akan lebih mudah dan lebih menghemat waktu. Stasiun MRT Changi terbilang sangat ramai. Jadi tidak susah mestinya jika kita kesulitan dan bertanya. Dan ternyata petugas disana kebanyakan keturunan India tapi bisa berbahasa Melayu. Mestinya tidak sulit untuk komunikasi dengan kita yang bahasa Inggrisnya minus😂

4. Naik MRT Green Line (East West Line) jurusan Tanah Merah dan turun di stasiun Tanah Merah.

Turun di stasiun Tanah Merah untuk melakuan transit pindah ke jalur sebelahnya. Karena jalurnya hanya ada dua. Jadi kalau tadi di kanan sekarang kita ke peron sebelah kiri.

Pemandangan diperjalanan menuju Merlion Park ini adalah rumah-rumah yang tersusun rapi. Disana ternyata ada petugas pembersih dinding rumah. Jadi tidak ada rumah yang cat temboknya kusam.

5. Setelah transit, kalian naik MRT Green Line jurusan Joo Koon dan turun di stasiun Raffles Place.

Pertama kali keluar stasiun ini saya kebingungan, ternyata stasiunnya tidak semewah bandaranya. Untungnya saya bertemu dengan ibu-ibu yang baik hati, mengarahkan saya keluar dari stasiun untuk bisa sampai ke Merlion Park.

6. Keluar stasiun melalui exit B dan jalan menuju Singapore River.

Ketika kalian keluar stasiun, kalian akan disuguhkan dengan pemandangan gedung-gedung tinggi nan mewah. Disana tidak ada petunjuk mesti kemana. Intinya kalau sudah melihat jalan raya, dan melihat icon Marina Bay Sands, tandanya sudah tidak jauh lagi Merlion Park itu.

7. Setelah keluar stasiun, kemudian belok kanan dan jalan hingga menemui Cavanagh Bridge dan Hotel Fullerton.

8. Selanjutnya kalian tinggal menyeberang ke Merlion Park untuk bertemu dengan Merlion Statue.

Memang mudah jika kita pernah kesana dan sudah pernah melakukan perjalanannya. Tapi sangat sulit dan diikuti perasaan takut tersasar karena belum melakukan perjalanan kesana.

Yang perlu kalian jaga adalah ketika berada disana jangan sampai membuang sampah sembarangan. Karena di Singapore selama berjalan kaki, tidak ada satupun sampah yang terlihat disana. Negara itu sangat amat bersih. Dan jangan khawatir kehausan atau kelaparan. Di Merlion Park ada 7Eleven yang jual Aqua botol produk Indonesia dan beberapa makanan halal.

Tapi petugasnya berbicara dalam bahasa Inggris, kalau dia menyebutkan jumlah tagihan yang harus dibayar dengan bahasa Inggris dan kalian kesulitan menerjemahnya. Lihat saja layar tagihannya.

Satu lagi, kalau ke Merlion Park jangan siang-siang ya. Panas mataharinya sama menyengatnya dengan Jakarta.

Poci

Akhir-akhir ini banyak berita tersiar tentang teror anak kobra. Baik itu dipemukiman warga ataupun dipabrik-pabrik.

Ditambah lagi hari ini sedang beredar kabar soal impeachment Presiden AS, Donald Trump.

Tapi saya tidak ingin membahas kedua berita tersebut. Biar si Panji Petualang yang jawab soal teror anak kobra itu.

Dan Pak Dahlan Iskan yang bahas lebih detail soal kasus Donald Trump tersebut. Besok, di DI’s Way. Semoga saja.

Mumpung malam Jum’at. Saya ingin bercerita sedikit horor tapi juga sedikit humor.

Bisa di bilang cara bergaul dikampus saya itu saling berkelompok. Maksudnya berkelompok ini, seperti punya geng ditiap kelas.

Kelompok yang paling banyak pesertanya ada dikubu saya. Terdiri dari lima perempuan dan delapan laki-laki. Entah siapa dulu yang mulai cara bergaul seperti ini.

Kami juga memiliki kesibukan diluar kuliah. Ya kesibukannya itu kerja.

Ada yang bekerja di RSUD Kota Bekasi dibagian administrasinya, ada yang jadi kepala gudang di pabrik aluminium. Ada yang jadi operator produksi di pabrik parfum. Ada juga yang jadi penjaga loket bioskop. Masing-masing dari mereka juga sering bekerja shift malam.

Mereka juga yang menurut saya gila.

Kenapa menurut saya mereka gila? Karena, setiap masuk kelas ada saja yang dari awal sampai selesai pelajaran pundaknya miring.

Dimiringkan supaya bisa dijadikan sandaran kesedihan. Hahaha

Bukan, bukan. Itu pundaknya miring katanya ada yang gelayutin. Dan rasanya berat. Jadi dia akting pundaknya dimiringin.

Ada juga yang bilang, “Jangan sentuh gue. Ini gue lg bawa temen kecil.”

Terus ada yang akting adegan mau muntah gitu kalau lihat ke sudut ruangan.

Saya bilang, “Lu pada gila ya!”

Dan jawaban andalan mereka begini, “Lu aja ga liat. Coba liat. Pasti mau muntah. Disini tuh rame, bukan manusia aja isinya.”

Lah kan emang Allah menciptakan bukan hanya yang kasat mata tapi juga tak kasat mata. Dan sudah punya dunianya masing-masing, jadi menurut saya kalau mereka begitu lebih cenderung seperti mengada-ada.

Setelah itu dilanjut dengan bincang-bincang horor lainnya sebelum dosen masuk kelas.

Dimulai saat teman saya bilang, “Tadi di rumah sakit, temen kerja gue kemasukan poci.”

Poci yang ada dipikiran saya…

Poci yang  dimaksud….

Disambung cerita panjang lebar. Giliran saya yang gantian bercerita. Mereka bahas soal pocong. Saya juga membahas soal pocong.

Pocong jadi-jadian di area komplek perumahan saya di Tambun. Yang misinya katanya ingin mencuri motor.

Jadi saat ini posisinya, saya tinggal di rumah peninggalan Almh. Mbah Uti. Dan rumah orang tua saya dikontrakan ke pakde saya. Jadi setiap kejadian apapun yang ada dilingkungan rumah itu, pasti dilaporkan ke ibu saya.

Ceritanya begini. Posisi rumah saya dikomplek itu ada di depan masjid. Disamping kiri masjid tempat menyimpan keranda dan ada beberapa pohon pisang.

Katanya sih pohon pisang itu rumahnya pocong.

Jam 11.00 malam, ada anak tetangga baru pulang dari kegiatannya. Kemudian langsung memasukkan motor ke dalam rumah. Setelah itu mengunci semua pintu.

Si anak lapor ke mamanya untuk mengecek kembali kondisi depan rumah. Karena dia merasa ada yang aneh.

Ibunya pun langsung mengecek lewat jendela.

Terkejut si ibu, melihat pocong ada didepan gerbangnya. Dikira hanya dia yang melihat akhirnya si ibu langsung menyuruh semua anaknya tidur dan membiarkan lampu menyala.

Ternyata bude saya juga melihat. Kebiasaan bude saya adalah tidak pernah menutup pintu rumah saat mau tidur. Posisinya saat itu bude saya sedang membungkus es mambo untuk jualan besok. Awalnya beliau kira itu pohon. Tapi kenapa pohon kok loncat-loncat. Dari pinggir ke tengah. Bude saya baru sadar itu pocong saat sudah selesai membungkus es.

Tak disangka tetangga sebelah rumah anak yang tadi juga melihat pocong dari arah pohon pisang.

Jadi, malam itu. Masing-masing dari mereka mengira bahwa yang melihat pocong itu hanya dirinya. Setelah sore-sore ngerumpi. Barulah ketahuan kalau semua yang tinggal disitu juga melihat pocong itu.

Yang jadi pertanyaan adalah kalau memang itu pocong beneran kenapa dapat dilihat banyak orang?

Bukannya makhluk ghaib sejenis setan atau jin itu butuh banyak tenaga untuk menampakkan diri? Dan mereka rugi kalau ketahuan manusia. Kita juga rugi kalau lihat dia. Karena mereka buruk rupa. Walaupun beberapa orang beranggapan, bertemu dengan sejenis makhluk itu nantinya bakal mendapat rezeki yang tak diduga-duga.

Lalu bagaimana dengan saya yang kaget tiap kali terbangun ditengah malam dengan keadaan lampu kamar dimatikan?

Lihat gambar ini

Itu adik perempuan saya. Kami berdua punya satu kamar. Digunakan sama-sama. Kasur pun satu tapi kami bagi dua. Di kamar saya itu banyak nyamuk. Dan adik perempuan saya ini paling tidak suka pakai lotion anti nyamuk.

Makanya untuk mencegah gigitan nyamuk, ia pasang selimut serapat itu. Sampai besok pagi dan setiap hari. Tinggal saya yang kaget dan hampir mau teriak memanggil ibu saya. Ketika saya belum sadar kalau itu adik saya dan lampu kamar dalam keadaan gelap.

Jadi yang sebenarnya bertemu poci jadi-jadian itu, ya saya.

Karma Buruk

Jujur saja, saya mulai suka dengan lawan jenis ketika lulus SD. Karena yang ada dipikiran saya saat itu hanya bagaimana caranya menjadi juara kelas supaya banyak teman.

Saya paling takut soal cinta-cintaan, suka-sukaan apalagi pacaran, saat masih SD dulu. Karena ibu saya galak. Dan belum waktunya juga. Mungkin, kalau suka “saja” dengan lawan jenis tidak apa-apa, itu normal. Tapi saya selalu menganggap, suka dengan laki-laki sama dengan “akan” pacaran.

Padahal beberapa teman saya sudah mulai banyak yang mengenal kata “pacaran”. Dan setiap malam minggu, saya dan beberapa teman saya yang jomblo, ikut ngapel ke danau menemani teman saya yang centil bertemu kekasihnya.

Tapi siapa sangka, biarpun saya gendut ada satu laki-laki yang menyukai saya dari kelas 4 SD. Namanya Adib. Ayahnya bekerja di pabrik makanan ringan Oreo. Tiap sebulan sekali pasti saya dikasih 1 pack produk makanan ringan tersebut. Hanya saya yang diberi dari sekian banyak perempuan di kelas. Dia termasuk anak yang pintar di kelas. Jadi saya manfaatkan dia untuk mengajarkan saya beberapa rumus matematika, karena kebetulan dia juga les di luar.

Lulus SD, masuk SMP. Sudah punya handphone sendiri. Walaupun hanya Nokia 1800. Sudah mulai berani chatting dengan laki-laki. Awalnya karena sering ketemu dengan tidak sengaja, berpas-pasan dijalan. Akhirnya saya jadi suka kakak kelas itu, yang juga tetangga belakang rumah saya. Kita beda sekolah. Dia di sekolah swasta islam terpadu sedangkan saya di sekolah negeri biasa.

Dua tahun berjalan. Ternyata kedekatan saya dengan tetangga belakang rumah, membuat saya dilabrak kakak kelas perempuan. Sebut saja Amel. Memang nama aslinya Amel. Amel Sukma Wardhani. Saking masih ingat nama facebooknya. Dan kita satu sekolah.

Si Amel datang masuk ke kelas saya dengan tiga kakak kelas lainnya. Dia bilang bahwa saya merebut pacarnya. Saya tanya balik, “Pacar yang mana?”

Yang dia maksud adalah tetangga belakang rumah saya itu. Yang dekat dengan saya. Yang memang sudah jadi pacar pertama saya🤣

Jadi kejadiannya adalah dimana saya dilabrak oleh selingkuhan doi.

Disitu pertama kalinya saya merasakan sakit hati karena diselingkuhi💔😭

Salah satu teman saya dengan bijak bilang seperti ini, “Gapapa Fit, karma pasti ada. Kalau bukan dia yang kena, masih ada ibunya, adek perempuannya, atau nanti anak perempuannya.”

Menurut saya kalimat tersebut pada jaman saya SMP dulu merupakan kalimat yang wahhhh…. luar biasa kerennya

Tapi semakin tumbuh dewasa, menurut saya kalimat tersebut hanya menjadi kalimat penenang saja. Semakin banyak masalah yang timbul ketika saya sudah berani menaruh hati pada laki-laki.

Banyak orang menanggap karma adalah suatu balasan yang buruk. Padahal karma adalah perbuatan. Dimana kalau kita berbuat baik, maka karma baik yang akan didapat. Kalau berbuat kejahatan, maka karma buruk yang akan didapat.

Jadi karma yang mungkin dimaksud teman saya pada saat itu adalah karma buruk.

Saya pun baru paham arti kata karma setelah membaca beberapa pendapat Erlangga Greschinov lewat media sosial Ask.fm, sekitar tahun 2016.

Cerita hati saya berlanjut di SMK. Saya kenal kembali dengan laki-laki berinisial B. Babi🐷 *Ehhhhhhh

Namanya sama dengan tetangga belakang rumah saya itu. Yang ini terlihat berbeda.

Kekaguman saya padanya muncul saat saya mengetahui dia bekerja sambil kuliah. Dia punya kamera mahal. Dia bisa nyetir mobil dan punya mobil. Dia bartender. Dia keren, menurut saya pada waktu itu. Dan alisnya tebal, hidungnya mancung. Walaupun lebih pendek dari saya. Satu lagi, dia orang Jawa.

Berjalan selama 3 tahun. Dengan kondisi, saya masih jadi anak sekolah dan dia tetap pada kesibukannya bekerja sambil kuliah. Karena dia ambil jurusan Administrasi Perhotelan, beberapa teman saya mengingatkan soal banyaknya perempuan cantik dilingkungan kampusnya. Apalagi dia kerja di hotel, resepsionisnya itu cantik-cantik.

Karena saya percaya, jadi saya tidak pedulikan hal itu. Toh selama ini berjalan baik-baik saja.

Hingga akhirnya saya lulus SMK dan mulai bekerja. Memiliki penghasilan sendiri.

Doi B yang saya kagumi, sempat cuti kuliah 1 semester karena banyaknya job di hotel. Banyak acara, jadi dia harus menyiapkan beberapa jamuan untuk para tamu.

Pekerjaan sebagai bartender yang dia lakoni tidak hanya di satu hotel. Tugas menetapnya di Hotel Santika Premiere Harapan Indah. Sisanya hotel-hotel ternama di Jakarta. Lumayan bagi dia yang gaya hidupnya highclass. Dia juga sering dapat uang tip dari para tamu, dan jika dikumpulkan jumlahnya sangat banyak.

Hanya cuti satu semester, akhirnya doi B melanjutkan kembali kuliahnya. Tentunya karena dia merasa saya sudah bekerja dan punya penghasilan, dia pinjam uang saya dengan alasan untuk bayar kuliah.

Awalnya dia minta dalam jumlah banyak sekaligus. Saya bilang tidak punya. Akhirnya saya beri pinjam. PINJAM lho ya.

Saya pinjamkan uang ke dia semampu saya.

Kenapa bisa? Kok mau minjemin orang?

Saya ingat pada saat saya masih sekolah. Setiap bertemu, dia yang bayar tiket bioskop. Dia yang bayarin makan. Dia yang beliin minuman. Dia yang beliin saya kado waktu saya ultah.

Yang pada dasarnya saya tidak ingin merepotkan dia apalagi sampai dicap perempuan matre. Walaupun itu adalah keharusan dia sebagai laki-laki. Yang saya takutkan satu lagi adalah ketika saya dan dia sudah tidak baik-baik saja. Apa yang sudah dikasih ke saya bakal diungkit dan diminta kembalikan. Itu yang buat saya jadi pusing seandainya terjadi.

Makanya dikesempatan ini saya jadikan meminjaminya uang sebagai rasa terima kasih saya. Walaupun hanya meminjamkan bukan memberi. Artinya, disaat dia susah saya masih bisa membantu.

Saya beri pinjam uang ke dia secara bertahap untuk bayar kuliah.

Hobinya mahal, dia suka motor klasik. Uangnya habis hanya untuk motornya.

Upss…. Bukan habis karena motornya saja. Tapi juga untuk mendapatkan perempuan pengganti saya. Yang pada saat itu statusnya masih jadi gebetannya.

Rupanya setelah saya mau meminjamkan uang ke dia. Dia semakin melunjak. Dia jadi sering pinjam uang ke saya dengan angka yang lumayan besar. Bukan ratusan melainkan jutaan.

Saya batasi. Saya tahan. Walaupun saya sayang dan takut kehilangan dia.

Dia minta uang pinjaman cair di bulan Juni, saya bilang ada di Juli. Sudah masuk bulan Juli, dia tagih saya, saya bilang baru ada dan cair di Agustus. Hingga akhirnya dia marah kepada saya, dan tidak pernah lagi menghubungi saya. Pesan saya hanya di read.

Hingga keesokan harinya, saya melihat foto profilnya sudah berubah dengan wanita lain.

Pagi itu menjadi pagi yang buruk untuk saya. Saya merasakan sakit hati untuk kedua kalinya💔

Saya marah sekali. Dan berusaha mencari tahu siapa perempuan itu. Saya ini stalker. Sebelum dia ubah foto profil itu, saya seperti sudah tahu siapa wanita itu.

Setelah saya buka instagram, ternyata benar. Wanita itu yang kemarin saya curigai waktu saya stalk doi B.

Saya begitu marah. Saya tagih hutangnya yang kemarin.

Gagal. Saya di blokir. WhatsApp, Instagram, Line, Facebook. Semuanya. Saya buntu. Saya merasa uang saya hilang. Padahal itu harapan saya untuk bisa kuliah. Dan saya sudah beri tahu itu ke dia. Padahal dia juga yang jadi penyemangat saya untuk bisa kerja sambil kuliah, mengikutinya.

Tapi saya dikhianati. Semangat saya jadi luntur.

Dalam hitungan bulan, saya bisa mengetahui. Bahwa uang yang saya pinjamkan selama ini ternyata bukan untuk bayar kuliah. Melainkan untuk modal dia membelikan bucket bunga dan coklat untuk dibawa pada saat gebetannya selesai sidang.

Jahat menurut saya. Perasaan saya waktu itu semakin tidak karuan.

Baru sebulan kemudian, pikiran saya kembali jernih. Saya sedikit lebih tenang. Ada satu harapan. Adiknya. Saya rasa perlu kontak adiknya untuk membahas mengenai masalah ini.

Saya memang dekat dengan adiknya, sangat dekat. Sampai ibunya pun akrab dengan saya. Tapi saya tidak berani bilang langsung ke ibunya. Melainkan lewat perantara adiknya. Saya jelaskan satu persatu kronologinya. Adiknya kaget dan langsung memberi tahu ibunya.

Ibunya pun kaget. Dan merasa tidak enak pada saya. Hingga akhirnya ibunya berjanji akan melunasi hutang anaknya itu. Saya merasa aman karena sudah mendapat jawaban.

Menunggu hampir setengah tahun, saya mulai ikhlas ditinggal kekasih tapi kabar soal uang saya tidak ada update lanjutan juga. Sampai akhirnya saya kepo dengan kehidupan doi B setelah perpisahan itu. Saya tanya salah satu teman satu club motornya. Temannya bilang doi B jarang kopdar. Pikir saya, kalau jarang kopdar berarti tidak punya uang. Dan tidak bisa ditagih.

Dan teman doi B yang saya maksud itu adalah doi saya saat ini.

Jadi berkat perpisahaan ini saya bisa dapat langsung penggantinya.

Hampir 10 bulan, tiba-tiba ada seorang perempuan mencoba menghubungi saya bak pahlawan kesiangan, bilang akan melunasi hutang-hutang pacarnya.

Sebut dia “L”.

L bilang akan melunasi hutang doi B. Tapi semakin kesini, pesannya semakin menghina saya. L bilang saya seperti pengemis.

Saya sempat tak terima dan curhat ke salah satu teman saya. Teman saya bilang “Jangan balas dendam”.

Karena tak kunjung selesai, ini tidak bisa hanya lewat chatting saja. Akhirnya saya datang langsung ke rumah doi B.

Saya disambut ibunya. Kami saling curhat. Posisinya saat itu doi B sedang diluar rumah. Dia kabur dari rumah sudah 3 hari tidak pulang. Karena dia minta sesuatu tapi tidak dituruti.

Ibunya curhat soal sikapnya yang berubah setelah mengenal L. Ibunya tidak suka L. Karena L selalu memaksa minta dinikahi, sedangkan L ini non muslim. Dan doi B masih kuliah dan tidak punya pekerjaan tetap. Semenjak putus dengan saya, rupanya doi B nganggur. Banyak temannya memusuhi dia karena sikapnya yang berubah.

Ibunya juga bilang, setelah kejadian itu doi B benci dan mudah marah ketika ada orang yang menyebut nama saya. Tiap kali ada panggilan pekerjaan, selalu gagal. Sudah mulai digenggam, tapi gagal lagi.

Menurut ibunya, masalah ini menutup pintu rezeki doi B karena sulit dapat pekerjaan.

Si L jadi sering menguhubungi saya, mencoba membuat saya cemburu. Perempuan itu bilang akan menikah dengan doi B dalam waktu dekat, di gedung mewah dan baru bisa melunasi hutang setelah pesta selesai.

Chatting tersebut saya screenshoot dan kirim ke ibu doi B. Ibu doi B bilang, tidak ada pernikahan diantara mereka. Itu bohong. Bagaimana bisa menikah tanpa restu orang tua, Romonya juga tidak suka dengan L.

Ini waktunya saya membalas kata-kata pedas dari L kemarin. Saya screenshoot kembali balasan dari ibunya doi B.

Hingga sebulan berlalu saya baru tahu, putusnya doi B dengan L adalah karena ulah saya kirim screenshoot pesan dari ibu doi B.

Yang pada akhirnya doi B menjomblo saat ini dan si L sudah menikah dengan laki-laki pilihannya.

L yang ingin sekali menikah di gedung mewah dengan doi B ternyata hanya mendapat kehaluannya saja.

Tidak sampai disitu, uang saya akhirnya kembali walaupun belum semua. Setidaknya uang itu cair, pas pada saat saya mau masuk kuliah.

Saya sempat tidak percaya soal hukum karma buruk yang pasti terjadi kepada siapa saja yang berbuat jahat. Dulu saya sering bertanya ke tiap teman ataupun kakak sepupu saya, “Emang orang jahat pasti ada balesannya?”

Jawabannya semua sama, “Ya ada lah.”

Sampai kalimat pertanyaan jahat saya keluar, “Tapi kenapa doi B sama L masih happy-happy aja ga kena musibah?”

Dan jawabannya tidak perlu dijawab manusia. Allah punya rencana dan sudah di set schedule kapan balasan itu sampai pada pelaku kejahatannya.

Pesan ibu saya, selingkuh itu murni dilakukan secara sadar. Kita nggak bisa menyalahkan salah satu diantara pelaku perselingkuhan tersebut. Tapi saya lebih cenderung menyalahkan si perempuan, karena saya merasa tersaingi.

Saya nggak suka ya jadi korban pelakor kaya gini.

Libur Sayur Asem

Ibu bilang, “Perempuan kalo nggak bisa bebenah, nyapu nggak bisa, nyuci baju nggak mau, gosok baju males, masak gosong mulu. Itu namanya perempuan gagal.”

Dan saya masih ada di salah satu point tersebut. Hanya satu yang saya sukai, memasak. Makanya wajar kalau saya sulit kurus. Apalagi semenjak kerja dan punya penghasilan sendiri, hari sabtu dan minggu jadi hari yang paling ditunggu. Karena Ibu saya mengizinkan dapurnya ngebul untuk digunakan praktek memasak saya.

Dulu sempat ada niat, kalau saya ditolak masuk SMK negeri, saya mau ambil jurusan perhotelan walaupun itu masuk ke sekolah swasta. Terinspirasi dari sang mantan, yang kerja part time di hotel jadi bartender nyambi kuliah jurusan administrasi perhotelan.

Kalau di beranda hotel, kerjanya meracik minuman dan buat dessert. Kalau di rumah kerjaannya tidur dan bantu mamanya masak. Kalau di kampus, kerjanya TPTP alias tebar pesona dan selingkuh.

Kapok pokoknya suka sama mantan hampir 3 tahun ujung-ujungnya diselingkuhin. HAHA

Tapi keberuntungan berpihak pada saya, karena saya diterima di SMK negeri itu, dengan jurusan TKJ yang tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan di dapur.

Justru akhirnya saya kuliah perhotelan dengan bimbingan Ibu di rumah. Misalnya menyuci pakaian dan handuk, mengganti seprai kasur, memasak dan kegiatan rumah tangga lainnya yang mirip dengan pekerjaan di hotel.

Tapi lagi-lagi yang saya sukai adalah memasak. Tiap hari libur Ibu pasti menyuruh saya pergi ke pasar. Membawa catatan, barang apa saja yang harus saya beli. Sampai di rumah, sayuran dan bahan masakan lainnya dirajang dan dicuci. Kemudian iris bawang dan bumbu lainnya. Untuk selanjutnya proses memasak, ibu saya yang melanjutkan. Saya hanya melihat dan memperhatikan beliau memasak, syukur-syukur disuruh nyicipin.

Ada satu yang paling-paling membosankan. Masak dan makan sayur asem. Tiap hari libur.

Ibu saya itu hobi banget masak sayur asem untuk suaminya.

Alasan Ibu saya kenapa masak sayur asem terus, “Mumpung ayah libur. Kamu kalo nggak suka sayurnya, goreng telor aja.”

Dulu jaman sekolah, karena belum punya uang sendiri. Jadi, apa yang dimasak Ibu, ya itu yang dimakan.

Masak sayur asem sesuai mood nya. Minggu ini rasanya asin. Minggu depan agak asam. Minggu depannya lagi manis. Dan lebih banyak manis. Mungkin karena Ibu saya orang Jawa. Masak apapun jadi manis.

Saya punya teman dekat, laki-laki dan orang Betawi asli. Namanya Mahakam. Kata dia, “Lu orang Jawa ya?”

*Udah percaya diri bakal digombalin

Saya jawab, “Keturunan Jawa.”

Kata dia lagi, “Sama aja. Intinya mah yang kalo masak sayur asem rasanya manis.”

Suee… kirain beneran mau digombalin, ternyata cuma mau bilang masak sayur asem rasanya manis.

Karena terlalu sering lihat wujud sayur asem. Saya sampai kepikiran tiap kali mau makan. Kenapa bisa ya, dibuat sayur asem. Komponen sayur asem itu kan, ada melinjo, daun melinjo, labu, pepaya muda, terong, jagung, kacang panjang, nangka muda, kacang tanah, dan cabe ijo besar. Kemudian dikasih kuah yang rasanya asam. Darimana kepikiran buat sayur itu dan kenapa bisa tahu, kalau daun melinjo itu bisa dimasak?

Ah terlalu nggak penting ngurusin dari mana lahirnya sayur asem.

Siapa yang mau makan sayur asem? Besok ke rumah saya.

Tidak Akan Jadi Joker

Saya sedih, saat tahu Ayah saya dicurangi orang lain. Tapi juga kesal, karena Ayah tidak pernah mau melawan saat orang lain jahat kepadanya. Jawabannya selalu, “Sabar, gapapa dia jahat. Nanti Allah yang bales.”

Setiap hari Ayah mencari nafkah dari Bekasi – Bogor dengan mengendarai motor bekas saya sekolah dulu. Berangkat jam 05.15 WIB dan biasanya sampai rumah lagi jam 17.30 WIB.

Tapi tidak pada waktu itu. Jam 22.00 WIB, Ayah belum juga pulang. Tidak ada kabar juga untuk orang di rumah. Akhirnya android saya yang semula tidak pernah ada pulsa untuk SMS atau telepon, mendadak terisi saldo.

Nada sambung telepon berbunyi lama. Ayah belum juga mengangkat panggilan dari saya. Baru diakhir nada sambung, suara gemetar terdengar.

Saya tanya dimana beliau sekarang. Ayah bilang masih di Bogor.

Jam 10 malam. Masih di Bogor. Padahal besok harus kerja lagi.

Saya tanya kenapa masih di Bogor. Ayah bilang, motornya patah. Ayah sendirian dipinggir jalan. Menunggu temannya datang untuk membantunya mencari bengkel.

Informasinya tidak jelas. Akhirnya Ibu saya yang ganti berbicara.

Ayah menjelaskan bahwa rangka motornya patah. Terbelah dua. Karena korosi besi pada bagian tersebut.

Tapi Ayah juga salah, tidak langsung mengabari yang di rumah. Ayah bilang bahwa sudah ada temannya yang membantu. Mencarikan bengkel dan meminjamkan motor supaya Ayah bisa pulang ke Bekasi. Dan besok berangkat kerja lagi.

Motornya diinapkan di bengkel sekitar Bogor. Ayah memberi uang Rp100.000 sebagai DP kepada pemilik bengkel. Dengan harapan besok motornya langsung bisa disembuhkan, karena besok Ayah juga akan membayar lunas.

Ayah sampai di rumah dengan selamat. Hati kami sekeluarga terasa lega.

Keesokan harinya, Ayah mendatangi kembali bengkel itu. Ternyata motornya belum dikerjakan penyembuhannya.

Pikir Ayah, mungkin karena belum memberi uang lunas. Makanya belum dikerjakan juga. Akhirnya Ayah menanyakan berapa uang yang harus dibayar. Tukang bengkel itu bilang Rp200.000. Berarti sisa Rp100.000 uang yang mesti Ayah bayar.

Ayah melunasinya hari itu juga dan pulang ke rumah. Dengan harapan sama, motornya bisa langsung disembuhkan.

Selama motornya sakit, Ayah masih menggunakan motor temannya itu. Ayah saya memang jadi bahan bullyan dan bercandaan ditempat kerjanya. Terutama jadi bahan guyonan anak-anak muda. Lagi-lagi Ayah tidak pernah menegur bahwa tindakan itu salah. Ayah membiarkan saja, “biar mereka seneng pada ketawa” jawabnya.

Dari situ, kalau Ayah saya dalam kesulitan banyak juga orang yang membantu. Tidak sedikit pula orang yang mengatakan, Ayah saya baik dan tidak mudah marah.

Saya yang kesal dengan sikap Ayah yang tidak pernah melawan, sampai terpikir “Nanti kalau ada laki-laki yang mau melamar saya, apa yang akan dikatakan Ayah saya? Karena selama ini Ayah saya hanya iyaiyaiya saja. Apakah Ayah saya punya pertimbangan atau hanya OK saja”.

Sampai sebegitunya.

Melanjutkan cerita. Di hari ketiga, Ayah kembali mengunjungi bengkel tersebut. Disangka motornya sudah sembuh ternyata semuanya dibongkar, mesin-mesin diturunkan, semua kabel diputuskan. Padahal untuk penyembuhan hanya butuh pengelasan dibagian yang terpisah. Seperti ini wujud motornya.

Ayah meringis. Semuanya dibongkar. Ayah pulang dengan rasa kecewa. Dan harus pulang diantar temannya. Karena Ayah tidak mungkin membawa motor temannya lagi.

Setiap malam Ayah gelisah. Memikirkan bagaimana nasib kendaraannya untuk mencari nafkah itu.

Semenjak bekerja memang saya bisa beli motor hingga dua buah. Karena kebutuhan, adik saya yang sekolahnya jauh, Ayah saya yang tidak mungkin mengantar dan jemput anaknya dan saya sendiri yang kadang punya urusan lain. Saat dikalkulasi naik ojek online dengan cicilan motor beda tipis. Makanya saya memilih mencicil kendaraan. Tapi untuk motor yang satu lagi dibeli cash tanpa cicil. Karena waktu itu ada sedikit rezeki. Dan sebelumnya motor Ayah yang sakit ini juga sudah diservice dan diganti apa yang perlu diganti. Tujuannya agar perjalanan Ayah saya lancar dan tidak terkendala di motor.

Di hari keempat, Ayah kembali datang menjenguk motornya. Kondisinya masih sama belum diapa-apa kan motor Ayah saya itu.

Tukang bengkel itu bilang, motor Ayah tidak bisa dibetulkan, sudah terlalu parah terbelahnya. Jadi tidak bisa disambung. Coba bawa ke bengkel lain.

Karena Ayah terlalu baik dan tidak enakan, akhirnya dia memberi lagi uang Rp100.000 untuk si tukang bengkel. Menyewa mobil bak untuk mengangkut motornya yang sudah di bobrok itu.

Saya tahu Ayah saya pusing, memikirkan nasibnya besok. Apakah bisa bekerja atau tidak. Saya sebagai anak tertuanya, mencoba mengalah. Biar adik saya menggunakan motor saya. Ayah membawa motor satu lagi. Supaya semuanya berjalan dengan biasanya. Melupakan sejenak motor yang bobrok itu.

Selang dua minggu motor itu di rumah dan terbengkalai. Alhamdulillah ada sedikit rezeki untuk memperbaikinya.

Terkejut saya. Motor Ayah saya tidak bisa disembuhkan. Beberapa komponen motornya hilang, seperti AKI motor diganti dengan yang sudah mati, CDI diputus kabelnya, Kick Starter diambil, lampu tembak motor diambil. Semua itu diambil oleh bengkel pertama. Yang di Bogor itu. Yang sudah mendapatkan Rp300.000 dari Ayah saya. Saya menyebutnya uang tersebut adalah modal untuk membongkar komponen motor Ayah saya yang masih bisa dijual dengan harga tinggi.

Licik, jahat, sadis.

Ayah saya hampir tidak bisa bekerja karena ulahnya. Ibaratnya, Ayah saya datang ke bengkel itu hanya untuk mengantarkan barang untuk dimaling.

“Kalau memang niat mau benerin motor, nggak perlu semua diturunin. Nggak perlu mutusin kabel. Kalau begini jelas aja ga bisa dipasang lagi. Kalaupun di bawa ke AHAS, kalau udah begini ya ganti baru. Bengkel besar yang nggak terkenal juga bingung mau benerinnya gimana kalo udh dibobol gini”, kata si bengkel kedua.

Saya merasa sesak. Mengingat 4 tahun lalu, motor itu hadiah terindah untuk saya. Perjuangan Ibu saya untuk ikhlas dan rela kalungnya dijual supaya anaknya tidak jalan kaki sejauh 4 KM sampai ke sekolah.

Hari Rabu, setelah hujan lebat. Almarhumah nenek saya berdiri di depan rumah. Menunggu saya, supaya melihat motor itu. Supaya saya tidak usah lagi berjalan kaki setelah subuh, melewati rel kereta dan sulit menyeberang karena banyaknya motor dan mobil melintas.

Bukti bahwa orang tua saya memang benar-benar sayang.

Motor itu juga yang jadi alasan mengapa saya harus beli yang baru. Karena pernah ditilang, akibat dari lampu depan motor yang tidak menyala otomatis. Maka saya bertekat, mau beli motor yang lampu depannya menyala otomatis.

Ayah selalu berprasangka baik ke orang lain. Tidak pernah menganggap orang lain jahat. Semuanya baik dimata beliau.

Hanya satu, “Apa yang mereka tanam, nanti mereka tuai”.

Ayah bilang harus sabar. Tapi Ibu saya geregetan.

Sekarang motor itu hanya jadi rongsokan. Yang dijual hanya laku dua ratusan. Jadi saya dan adik saya menggunakan motor secara bergantian.

Hanya perlu legowo dan prihatin dengan keadaan sekarang. Semoga dibukakan pintu rezeki yang lain.

Banyak orang mengatakan, “Orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti”. Seperti yang disimpulkan dari film Joker. Tapi tidak dengan Ayah saya.

Ayah saya tidak akan pernah menjadi Joker.