Minggu lalu kantor tempat saya bekerja, kedatangan tamu dari salah satu badan pemerintahan. Bukan hanya bertamu melainkan membahas terkait kerjasama yang akan dilakukan di pertengahan bulan depan. Artinya jika dihitung sampai dengan tanggal pelaksanaan, tidak sampai satu bulan waktu yang diberikan untuk menyiapkan semua kebutuhan.
Kebutuhan yang dimaksud disini misalnya soal berkas administrasi yang nantinya dilampirkan. Karena biasanya di beberapa kegiatan terkait kerjasama dengan badan pemerintahan, pasti dibutuhkan banyak lampiran dokumen legal atau surat-surat pernyataan resmi dari pihak tertentu.
Benar saja. Untuk berkas penagihan mereka meminta beberapa dokumen legal dan tambahan surat resmi yaitu Surat Referensi Bank.
Pikir saya itu mudah, tidak sampai dua hari untuk bisa menyiapkan itu semua. Untuk Surat Referensi Bank saya bisa minta langsung ke Bank, yang mestinya tidak akan memakan waktu lama karena hanya butuh satu lembar saja surat berisi pernyataan. Lagi pula rekan kerja saya juga pernah beberapa kali pergi ke Bank untuk urus surat tersebut. Jadi saya bisa tanya langsung apa saja persyaratannya dan lampiran apa yang mesti disiapkan disisi saya agar nantinya tidak ada kendala saat akan diproses oleh pihak Bank.
Syaratnya saya hanya perlu buat Surat Permohonan Pembuatan Referensi Bank dan Surat Kuasa. Karena sempat ada miskomunikasi dengan rekan kerja saya dan diseling beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Akhirnya surat persyaratan tersebut molor hingga keesokan harinya baru selesai saya buat.
Dilema, karena kalau pergi ke Bank lewat dari jam 12 siang, pasti suasana pelayanannya berbeda dibanding pagi hari yang masih fresh. Akhirnya saya putuskan besok paginya saja pergi ke Bank tersebut.
Saya tahu besok akan pergi ke Bank apa. Bank yang beberapa kali punya pengalaman ngeselin dengan saya.
Saya pernah ditolak saat akan melakukan pembukaan rekening. Karena saya belum punya KTP waktu itu. Usia saya masih 15 tahun. Akhirnya saya bawa Ibu saya ke Bank tersebut, ternyata bisa dan langsung jadi.
Yang kedua waktu saya buka rekening kembali di usia 17 tahun, sudah buat KTP, tapi kartunya sudah 6 bulan lebih tidak ada wujudnya. Hanya kertas selembar berbentuk resi. Dengan percaya diri saya membuka rekening kembali menggunakan resi KTP tersebut. Pembukaan rekening berhasil dilakukan. Hanya saja, saya tidak diberi kartu ATM. Jadi selama KTP saya belum jadi, saldo yang masuk ke rekening saya itu menumpuk. Tidak bisa diambil lewat mesin ATM. Mesti ke Bank.
Nah, agar tidak terjadi kendala lagi, makanya sebelum besok pergi ke Bank itu, saya mesti menyiapkan sedetail mungkin.
Jum’at, 21 Februari 2020. Sekitar jam 08.00 WIB, saya berangkat ke Bank tersebut. Karena saya beberapa kali pernah pergi kesana. Dari rumah hawanya percaya diri saja.
Sekitar 10 menit saya sudah sampai Bank, berangkat dari kantor. Karena memang jaraknya dekat sekali. Tapi, saat akan memasuki parkiran, “Lho kok mobil semua yang kelihatan parkir. Apa kalau bawa motor parkirnya ditempat lain?”
Perasaan saya waktu itu sama saat pertama kali saya disuruh melakukan pembukaan rekening. Masuk ke area Bank itu ada perasaan minder. Serasa semua orang itu pandangan matanya tertuju kepada saya. Padahal nggak. Nggak ada yang mau merhatiin juga🤣
Karena sudah terlanjur masuk lorong parkir, saya modal pede saja deh.
“Ngueeennnggggg, bablas blas!” Saking percaya dirinya ngebut dilorong parkir.
Eh dikejar dan diteriaki Satpam.
Saya berhenti.
Kata dia, “Mbaknya karyawan atau nasabah?”
Saya jawab, “Saya nasabah.”
Dia bilang lagi, “Oh yaudah, parkirnya kesana lagi Mbak. Nanti disebelah kanan ada motor-motor ya.”
Sebelum berhenti dikejar Satpam, sebenarnya mata saya sudah melirik parkiran motor disebelah kiri. Saya kira parkiran motornya pindah. Ternyata yang disebelah kiri itu untuk karyawan Bank. Untung dikejar Satpam. Saya jadi nggak malu kan kalau sampai salah parkir😁
Jalan sedikit menuju ruangannya, kemudian disambut Satpam lain. Suasanya masih sejuk ya, karena diruangan AC dan masih pagi juga. Para customer service belum semuanya siap di meja masing-masing. Baru pada beberes lah, siap-siap. Karena masih pagi sekali.
Saya ditanya Satpam, mau ngapain. Ya, saya bilang mau minta Surat Referensi Bank atas nama perusahaan.
Dia tanya lagi, “Jenis rekening ibu, giro atau tabungan?”
Saya jawab saja, “Tabungan”
Sambil mikir-mikir, “Lhaaa kok ditanyain gituan sih”. Kata rekan kerja saya malah cukup kasih berkas ke Pak Satpam. Nanti dikasih tau sehari setelahnya suruh balik lagi.
Pak Satpam tanya lagi, “Ibu bawa buku rekeningnya?”
Saya jawab, “Saya cuma mau minta Surat Referensi Bank pak. Infonya cuma butuh Surat Permohonan dan Surat Kuasa aja.”
Kemudian disuruh tunggu dan saya dikasih nomor antrian. Kebetulan karena masih pagi saya dapat antrian nomor urut 003.
Giliran saya maju ke CS nomor 2. Ya seperti biasa disambut jabat tangan. Ditanya apa yang bisa dibantu. Saya jawab sama seperti, Pak Satpam tanya tadi.
Berkas yang saya bawa mulai di cek. Satu per satu.
Si CS tanya KTP asli saya dan minta copyan KTP Boss saya.
Saya kasih KTP saya, tapi saya bilang kalau copyan KTP Boss saya tidak saya bawa.
Si CS debat saya, “Harusnya dibawa Mbak copyannya. Soalnya nanti dibutuhkan. Kan pak Masim memberikan kuasanya ke Mbak Fitra untuk membuat surat ini.”
Saya jawab, “Sebenarnya perusahaan kami sering minta surat ini Mbak. Dan berkasnya cukup ini saja. Nggak perlu copyan KTP atasan saya.”
Dia bilang, “Coba saya tanya ke bagian kantor dulu, kira-kira bisa atau tidak ya.”
Padahal dalam hati deg-degan dan ngedumel, “Perasaan gua kalo kesini ada aja yang dimasalahin.”
Tidak lama kemudian, Mbak CSnya keluar dari ruangan bagian surat menyurat. Mimik mukanya flat. Saya sudah mengira-ngira, “Pasti salah lagi aja nih gua, segala copyan KTP ga dilampirin”. Sudah pasrah saja bawaannya, pasti bolak balik lagi.
Eh tapi nggak deh. Ternyata kata CSnya untuk suratnya bisa diproses dan saya disuruh ambil di hari Senin atau Selasa.
Ya, OK lah.
Karena saya minta dibuatkan di Jum’at pagi, mestinya hari Senin sudah bisa diambil. Toh itu kan hanya satu lembar surat saja. Lagi pula kepotong libur hari Sabtu dan Minggu.
Saya yakin sih, kalaupun Senin saya ambil pasti belum selesai dibuat. Akhirnya saya kasih untuk spare waktu mereka. Senin tidak saya ambil dan kebetulan di hari Selasa nya ada musibah banjir. Jadi akses jalan menuju Bank ditutup. Saya sendiri bingung mau ke Bank lewat jalan mana. Sehingga saya putuskan ambil surat tersebut di hari Rabu saja.
Rabu, 26 Februari 2020. Saya santai sekali, mengaggap semua lancar. Merasa surat saya sudah selesai dibuat, hanya perlu diambil. Saya set untuk ambil surat tersebut di jam 09.00 WIB saja, saya masih bisa stand by. Balas beberapa email terlebih dahulu.
Jam 09.10 WIB saya sampai di Bank itu kembali. Sebelum Pak Satpam tanya apa keperluan saya, saya sudah lebih dulu bilang kalau saya mau ambil surat referensi tersebut. Yang dijanjikan bisa diambil hari Senin itu.
Ini soal tingkatan emosi. Eaaaa~
Saya kecewa sebenarnya. Karena menunggu terlalu lama hanya untuk ambil surat yang sudah saya submit di Jum’at pagi, pada minggu sebelumnya dan ternyata baru dibuat di hari pada saat saya mau ambil surat tersebut.
Di 30 menit pertama emosi saya masih semata kaki. Kaki saya tidak bisa diam. Rasanya mau buru-buru ke parkiran. Ambil motor balik ke kantor. Karena saya kan izinnya ambil surat. Masa lama banget.
Sudah lewat 1 jam menunggu, emosi saya naik sepinggang. Saya sudah tidak nyaman duduk. Saya tanya lagi ke Pak Satpam soal surat saya itu. Pak Satpam dengan nada agak jengkel juga, bilang ke saya untuk sabar menunggu. Tapi saya bilang, kalau saya sudah minta itu dari Jum’at sebelumnya, kan tinggal ambil. Masa sampai 1 jam. Hasilnya ya sama, saya suruh duduk lagi. Tetap saya tidak nyaman. Karena saya izin ke kantor itu pergi sebentar untuk ambil surat.
Ditunggu-tunggu sampai jam 12 siang. Hampir 3 jam. Emosi saya sudah naik lagi sampai ke mulut. Hanya untuk “ambil surat”. Saya agak bingung sebenarnya. Saya pulang dulu ke kantor, terus nanti balik lagi juga buang-buang waktu. Saya nunggu di Bank juga hampir jam istirahat mereka. Dan nggak ada kepastian.
Akhirnya karena sudah terlalu kesal. Saya bangun dari tempat duduk. Dan sepertinya Pak Satpam yang tadi menyuruh saya sabar menunggu, sadar kalau saya sudah kesal sekali. Ya biasa, dia bilang ke saya suruh tunggu lagi, dia mau ke ruangan tempat buat suratnya tadi.
Dan benar. Suratnya baru dibuat hari itu dan baru selesai ditandatangani.
Disebut jengkel, ya jengkel banget lah ya. Untung emosinya masih semulut. Kalau sudah diubun-ubun, bisa nangis saya. Bisa badmood banget seharian.
Nggak tau kenapa, saya selalu bermasalah kalau urus sesuatu di Bank itu😅