Stop Body Shaming!

Gajah, badak, kerbau. Itulah nama-nama hewan bertubuh besar.

Tapi bukan itu pointnya. Itu panggilan saya waktu jaman sekolah. Heheh lucu yaaaaaa?☺️

Kalau kata Mas Tulus lewat lagunya yang berjudul “Gajah”, dengan memanggilnya gajah sama saja mendoakannya agar punya otak yang cerdas, kuat dan supaya berguna dengan saling membantu untuk sesama.

Kata-kata yang menurut saya bisa melukai hati ternyata bisa jadi lagu motivasi ditangan Mas Tulus. Lagu itu bisa hadir karena dia jadi korban dari bully fisik. Badannya yang gemuk disebut mirip gajah.

Sama seperti saya dong, pernah dipanggil gajah juga?

Hidup selama 20 tahun, saya tidak selalu berbadan gemuk. Waktu lahir ukuran saya sama dengan bayi-bayi yang lain. Berat badan 3,3 kg dan panjang 51 cm.

Ukuran badan saya normal hingga memasuki usia 3 tahun. Setelah itu baru lah mulai membesar, lebar kesamping. Sampai sekarang. Berkat vitamin apapun itu yang diberikan ayah dan ibu dulu, waktu saya masih jadi satu-satunya. Tujuannya ya…. supaya anaknya gemuk.

Sudah biasa dipanggil dengan nama hewan bertubuh besar, saya tidak terlalu mengambil hati.

Tapi semakin saya dewasa, saya semakin merasa bahwa dipanggil dengan sebutan seperti itu adalah sesuatu yang memalukan. Apalagi kalau kita sudah mulai menyukai lawan jenis.

Alasan saya menulis tentang ini karena beberapa waktu ini sering jadi korban body shaming.

Body shaming itu apa sih?

Body shaming adalah tindakan mengomentari bentuk fisik seseorang.

Contohnya apa saja?

Contohnya akan saya ceritakan berdasarkan pengalaman saya.

Wanita itu sensitif. Selain dari ingin dimengerti, wanita juga mudah bawa perasaan. Apa-apa dimasukkan ke hati. Tiba-tiba marah nggak jelas. Karena apa yang ada dihatinya sulit diungkapkan.

Walaupun saya jelaskan diatas bahwa saya tidak mengambil hati jika dipanggil hewan berbadan besar, tapi kadang perasaan saya sama seperti manusia pada umumnya. Sedih, jika dipanggil dengan sebutan yang buruk.

Mungkin tidak semua orang gemuk di dunia ini mendapat panggilan “Buto Ireng” seperti yang dicanangkan teman saya kepada teman lainnya untuk memanggil saya sewaktu SMP. Tapi dari sekian banyak orang gemuk di dunia pasti pernah jadi korban bully fisik.

Entah apa yang ada dipikiran mereka yang senang membully kami yang bertubuh besar. Memanggil dan menyamakan kami dengan hewan bertubuh besar adalah sesuatu yang lucu.

Apakah selama saya gemuk tidak ada usaha untuk kurus?

Dua tahun lalu saya menjalani diet mayo. Sebenarnya diet itu sudah ada jadwal dan menu makanan apa saja yang mesti dikonsumsi. Intinya diet ini mengurangi konsumsi garam dan gula serta tidak memakan nasi.

Yang terlintas dipikiran orang ketika mendengar kata “diet” ya berarti tidak makan. Kenapa? Karena tiap kali ada rencana diet, pasti ada satu manusia yang bilang, “Diet kok makan?”

Terus maksud kamu kalau saya diet berarti saya tidak makan? Saya minum saja, begitu?

Salah. Diet ya tetap makan tapi dikontrol konsumsinya.

Singkat cerita. Rupanya supaya dietnya berhasil mesti ada niat yang kuat.

Saya menjalani diet selama tiga minggu penuh. Dengan tidak mengkonsumsi garam dan gula sama sekali.

Hari pertama saya request ke ibu untuk merebus 2 telur ayam untuk sarapan. Siang hari makan sayur rebus dan buah. Sore hari 1 telur rebus dan buah. Batas maksimal makan sore di jam 17.00 WIB.

Padahal waktu itu hari pertama masuk kerja setelah libur lebaran. Banyak godaannya. Karena semua karyawan yang pulang kampung pasti bawa oleh-oleh. Saya ingat betul waktu itu Pak Boss bawa oleh-oleh pempek Palembang. Di goreng di kantor, aromanya wangi sekali. Dilihat dari warnanya sepertinya enak. Tapi sayang saya tidak bisa mencicipinya, karena niat saya waktu itu ingin diet supaya kurus.

Melihat keseriusan saya untuk mengurangi berat badan. Ibu mendukung saya dengan membeli telur ayam 1 kg, khusus untuk saya. Tak lupa ayah saya juga ikut mendukung dengan beli pisang ambon satu sisir tiap dua hari sekali. Hanya untuk saya. Masak nasi dikurangi. Karena saya tidak makan nasi selama tiga minggu itu. Lumayan irit beras.

Baru menjalani diet mayo tiga hari, tumbuh bisul di area tertentu akibat makan telur yang berlebihan. Mungkin. Tapi tidak melunturkan niat saya untuk mengurangi berat badan.

Dalam masa diet tersebut, tiap harinya yang saya konsumsi adalah telur rebus, sayur rebus dan buah. Daging seperti dada ayam pun tidak saya konsumsi sama sekali. Nasi sebutir pun tidak saya coba sama sekali, saking niatnya. Padahal waktu itu saya diberi tugas praktek buat nasi liwet di kantor. Tapi sebutir nasi pun tidak saya cicipi. Minum teh, kopi atau air dingin saya hindari. Bangun tidur langsung minum air hangat segelas. Kalau lapar ya minum, bukan makan.

Perlahan berat badan saya menurun. Dari mana saya tahu? Saya memaksa diri untuk beli timbangan berat badan waktu itu. Walaupun uang didompet tinggal satu-satunya. Tapi saldo di kartu ATM masih banyak.

Seminggu pertama turun 7 kg. Penurunan berat badan drastis tersebut bukan hanya disebabkan karena pola makan yang ngaco. Tapi diseling olahraga juga. Seperti sehabis lari pagi di waktu libur, pulangnya cuci baju. Jadi keringat yang dihasilkan lumayan banyak.

Minggu kedua menjalani diet, muka saya terlihat semakin pucat tiap kali pulang kantor. Ibu saya marah. Memaksa saya untuk hidup normal. Makan seperti biasa. Tapi saya menolaknya. Saya semakin ambisius ingin kurus. Jumlah makanan semakin saya kurangi. Makan bersama team Excellent di tiap Jum’at saya tolak juga. Mereka semua pergi makan ke AW. Saya tetap di kantor. Bukan karena tidak diajak atau tidak dianggap. Karena saya tidak mau tergoda untuk ikut makan?

Mengira bahwa saya akan selalu baik-baik saja, ternyata pencernaan saya mulai bermasalah. Saya sulit buang air besar. Ibu bilang itu karena saya tidak makan sayur berkuah. Ibu mencoba membujuk saya untuk makan sayur bayam walaupun garamnya sedikit. Tapi saya tetap menolak. Tiap malam saya menangis, mengeluh kesakitan. Maag saya kambuh. Saya tetap kekeh tidak akan makan seperti biasanya.

Minggu kedua saya menimbang lagi. Ternyata hanya turun 3 kg. Saya merasa penurunan berat badan di minggu kedua ini kurang maksimal. Pikir saya, mungkin karena pencernaan.

Akhirnya saya mencari cara bagaimana supaya BAB saya lancar. Saya beli obat dulcolax, 2 strip. Saya konsumsi sehari sekali. Hasilnya ya lancar kembali pencernaan saya. Obat tersebut saya konsumsi setiap hari hingga diet minggu ketiga selesai. Saya simpan obat tersebut di lemari, diselipkan dibaju agar ibu saya tidak mengetahuinya. Bungkus obat pun selalu saya buang di luar. Tidak di tempat sampah rumah. Khawatir ibu saya tahu dan syok.

Tiap kali ibu melihat muka saya yang pucat. Ibu selalu bilang, saya tidak sayang diri saya sendiri. Saya menyiksa diri sendiri.

Dan saya merasa bahwa tindakan saya itu semakin aneh. Memang benar, saya semakin tersiksa dengan keinginan saya yang ingin kurus itu. Yang ingin membuktikan ke semua orang bahwa saya bisa kurus.

Dengan diet ekstrem tersebut, saya berhasil menurunkan berat badan 10 kg. Hingga baju dan celana saya terasa longgar. Pergelangan tangan mengecil. Pipi saya sedikit tirus.

Saya senang sekali waktu itu, bisa menurunkan berat badan.

Saya semakin senang ketika bisa menunjukannya ke pacar saya pada waktu itu. Berlaga seperti, “Nih gue bisa kurusin badan lho. Gue turun 10 kg”. Disangka senang karena saya kurus, ternyata dia senang karena sudah ada wanita lain pengganti saya.

Sejak itu saya merasa bahwa yang saya lakukan dengan menyiksa diri karena ingin kurus ternyata hanya terbuang sia-sia. Toh semua orang melihat saya sama seperti melihat gajah. Selalu gemuk.

Lihat gambar dibawah ini.

Gajah itu namanya Tikri. Dia ada di Sri Lanka. Usianya 70 tahun. Badannya kurus. Tapi tetap terlihat besar.

Saya sendiri baru lihat, ternyata ada ya gajah kurus.

Dengan kejadian diatas, saya merasa diri saya seperti Tikri. Sudah berusaha kurus pun tetap terlihat besar. Banyak kok yang bilang, “Untung aja lu tinggi, coba pendek. Pasti bantet”.

Saya terlalu sabar untuk mendengar kalimat seperti itu.

Body shaming bukan hanya soal kritik ukuran badan, seperti :

“Badan lu gede banget, pasti makannya banyak ya?”
“Diet makanya, jangan ngemil mulu!”
“Dia aja bisa kurus, masa lu makin gendut!”
“Gimana mau diet? Minum air aja jadi daging kalo lu mah.”

Mengomentari wajah seseorang dengan kalimat ini juga termasuk body shaming lho.

“Masa kelahiran 99 sih? Kaget aja, soalnya mukanya kaya kelahiran tahun 92.”

Maksud kamu wajah saya tua ya??

Sepertinya iya.

Sebenarnya tanpa dijelaskan kalau wajah saya terlihat tua pun siapa saja yang mendengar kalimat itu sudah bisa langsung menebak maksudnya.

Maaf, saya jelaskan sedikit disini. Jika saya menemui orang yang menurut saya lebih tua umurnya daripada saya pasti ada sebutan, Kak, Mbak, Mas, atau Om dan Tante. Kalau saya panggil dengan sebutan diatas sebelum nama. Berarti usianya lebih tua diatas saya. Makanya kadang saya menolak kalau yang lebih tua dari saya harus memanggil saya Mbak.

Saya pun hanya perlu tahu usia mu, jika lebih tua dari saya. Supaya saya tetap bisa menghormati walau hanya menambahkan Kak, Mbak, Mas atau Om dan Tante sebelum nama. Saya tidak perlu mengucap ini, “Masa kelahiran 96, mukanya mirip kelahiran tahun 85.”

Saya tidak perlu itu. Mungkin yang mengatakan itu bermaksud ingin bercanda. Tapi ketahuilah ketika kamu mengatakan itu dibanyak telinga, saya merasa malu. Percaya diri saya hilang.

Pernah kejadian juga waktu saya ingin memasukkan motor kedalam rumah karena sudah malam. Saat saya sudah selesai memasukkan motor dan ingin mengunci pagar. Tiba-tiba salah satu dari bapak-bapak yang ada di depan rumah saya nyeletuk begini, “Mbak Fitra emang ga bisa ya badannya dikecilin?”.

Jujur saya kaget. Saya tidak melakukan apa pun yang mengusik dia tapi saya mendapat pertanyaan menyakitkan seperti itu.

Saya hanya bisa menangis ke ibu saya. Tidak mungkin saya marah begitu saja. Wong orangnya lebih tua dari ayah saya. Kalaupun lebih muda juga tidak akan mungkin saya lawan. Kecuali yang sepantar atau lebih tua satu tahun dari saya. Pasti saya balas pertanyaannya.

Seperti yang saya bilang, disaat kamu mengomentari bentuk fisik saya dibanyak telinga yang mendengar. Disitu saya merasa kurang percaya diri. Saya merasa dipermalukan.

Jadi stop body shaming!

Jangan buat percaya diri seseorang hilang karena lisan kita. Jangan katakan bahwa fisik saya atau orang gemuk lainnya atau siapapun itu jelek. Tuhan menciptakan bentuk manusia dengan sempurna.

Bukan soal lebay. Saya juga tahu bukan hanya saya yang pernah mengalami. Tapi hari ini saya yang berani menuliskan tentang ini.

One thought on “Stop Body Shaming!”

  1. Kalau saya dikomentari, “Emang ga bisa ya badannya dikecilin?”

    Wah, bakalan saya ajakin ribut. Dia nggak tahu kalau ucapannya itu menyakitkan hati dan saya perlu mengatakannya langsung didepan dia bahwa saya tidak suka ucapannya itu. Jika saya jadi Fitra, saya tidak perlu menyesali hal itu ditempat terpisah, tapi saya akan mengatakannya didepannya langsung,

    “Pak, ucapannya itu nggak enak didengar dan mempermalukan saya. Mungkin bapak anggap bercanda tapi buat saya itu jadi mempermalukan”

    Jadi, orang mesti dibilang kalau apa yang dia ucapkan itu melukai hati orang lain, karena adakalanya orang bilang seperti itu karena dia merasa bercanda atau dia merasa tidak ada yang salah dari ucapannya. Kalau kita diam saja, asumsi dia jadi seperti benar.

    Jangan katakan ya jika ingin berkata tidak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *