Tahun ini usia saya genap 20 tahun. Untuk jaman sekarang perempuan usia 20 tahun itu sudah cocok jadi seorang istri.
Jadi seorang ibu malah. Mengurus suami dan anak. Menunggu suami pulang kerja, sambil urus bayi dan bebenah rumah.
Nikah muda.
Beberapa teman sekolah saya sudah melaksanakan itu. Alasannya beragam. Ada yang memang permintaan orang tua untuk disegerakan. Dan ada pula yang memang keinginan dirinya sendiri.
Keinginan diri sendiri.
Saya pernah bertanya pada salah satu teman saya itu, 1 bulan sebelum hari pernikahannya.
Saya tanya, “Kenapa harus nikah muda?”
Dia bilang, “Sebentar lagi mau kiamat. Owe mau naikin pahala. Biar double-double.”
“Maksudnya double-double itu gimana?”
Dia kembali menjawab, “Ya kan kalo diliat suami, dicolek suami dapet pahala. Udah dapet jodohnya juga, terus gimana? Yaudah disegerakan.”
Dari dia jawab pertanyaan saja sudah beda jalan pemikirannya. Saya tidak teruskan bertanya. Mungkin juga saya yang kurang mengerti agama.
Kalau menurut saya, orang tua bisa menyekolahkan anak hingga tingkat SMK sederajat. Mereka pasti punya harapan lebih. Apalagi anak perempuan, sulung, yang paling tua, the number one. Contoh untuk adik-adiknya.
Kalau orang tua hanya sekolah sampai tingkat SMA sederajat. Pasti mereka juga ingin, mengharapkan anaknya bisa melanjutkan hingga tingkat yang lebih tinggi. Semisal, minimal S1.
Punya kondisi keuangan yang berbeda. Lebih makmur, lebih dari cukup. Lebih beda dari orang tuanya.
Dulu kita jajannya sedikit karena kemampuan orang tua terbatas. Berarti usaha, supaya anak kita bisa mendapatkan yang lebih baik dari yang kita dapatkan hari ini.
Karena keberhasilan meyakinkan orang tua itu, makanya bisa nikah muda. Jika saya minta nikah diusia sekarang, bisa di tempeleng saya sama ibu saya. Mahasiswi semester 2 perpajakan. Baru kuliah belum genap 1 tahun. Sudah minta “nikah ajalah”.
Bedanya kalau saat ini. Kita main atau kumpul bareng itu pasti ada yang kurang personilnya. Karena tidak diizinkan suaminya. Sekalinya ikut kumpul, disinggung soal “Jangan Pacaran, Nikah Muda Lebih Baik.”
Yang kedua, karena keinginan orang tua.
Teman kampus saya, bulan depan akan di lamar. Dan tahun depan rencananya akan menikah.
Beberapa teman saya yang lain bertanya, “Serius mau nikah tahun depan? Terus kuliahnya gimana? Lanjut atau udahan?”
Dia bilang, “Serius. Soalnya kata bokap gue, punya anak perempuan itu nyusahin. Harus dijagain mulu. Berat. Mending dinikahin kalo udah punya pacar. Kalo kuliah ya lanjut.”
“Tapi yakin? Kuat? Terus biayanya siapa yang tanggung?”
Teman saya itu kembali menjawab, “Gue sama pacar gue udah di wanti-wanti kalo nikah gue harus tetep kuliah. Kalo nggak ya disuruh pisah aja. Lagian juga kan susah ya cari kerjanya kalo cewek udah menikah.”
Saya nyeletuk, “Lhaaa kalo pisah berarti lu jadi jamur dong. Janda di bawah umur. Lhaa itu ngerti susah cari kerja.”
Saya jadi ingat cerita dosen Administrasi Negara saya. Pengalaman kuliah, dari 15 orang perempuan di kelas. Sampai di semester akhir perkuliahan sisa 4. Yang 11 pergi, untuk menikah.
Ditambah lagi waktu musim kondangan. Pasti ditanya, “Kapan nyusul?”
Giliran dipemakaman. Balik ditanya, “Kapan nyusul?”. Eh malah kesel?
Setiap orang memang punya alasan tersendiri mengapa mereka memilih nikah muda itu jadi solusi terbaik.
Ya, untuk kalian yang akan nikah muda dan sudah nikah muda. Alhamdulillah, semoga diberi kelancaran dan kebahagiaan dalam rumah tangganya.
Untuk yang suka mengajak nikah muda, jawaban saya, ” Terimakasih sarannya . Tapi biarkan saya mengejar terlebih dahulu apa yang saya inginkan dan cita-cita kan. Sebab, kalau sudah waktunya pasti kalian akan saya undang.