Lingkungan baru yang hampir dua bulan ini saya jalani (perkuliahan), menjadikan saya bertemu dengan berbagai macam jenis sifat dan karakter manusia.
Ada yang susah melihat orang lain senang, ada yang senang melihat orang lain susah.
Lho… sama saja ya? Itu biasanya sifat manusia yang namanya iri.
Maka dari itu, jadilah manusia yang memiliki sifat : Bahagia melihat orang lain senang. Senang melihat orang lain bahagia.
Positif to positif, bukan negatif to positif atau sebaliknya.
Baru-baru ini yang saya alami adalah ketika kemampuan saya diremehkan oleh orang lain. Underestimate. Memandang saya seolah-olah “memangnya kamu bisa apa?“.
Kejadian ini saya sadari saat saya ingin jilid tugas laporan perpajakan. Saya lihat banyak teman sekelas, yang juga nimbrung dan kumpul didepan tempat fotocopy, tempat saya ingin menjilid tugas laporan tersebut.
Saya tanya salah satu dari mereka. Sedang apa berkumpul disini. Dia bilang “fotocopy jawaban dari kelas pagi” (karena memang bertepatan dengan UTS).
Kemudian dia tanya lagi ke saya, “Lu ga ikut fotocopy?”
Saya bilang, “Nggk, gue udah belajar, paling nanti dibaca-baca lagi slide yang udah dikasih.”
Kemudian jawab dia ketus, “Belajar? Sombong banget. Emang lu bisa? Kan banyak materinya?”
Dan lirikan matanya terhadap saya juga menunjukkan, “gue aja ga bisa apalagi elu“.
Kemudian saya hanya menjawab, “bisa“. Dan pergi menuju ruang kelas.
Ketika ujian sudah mulai belangsung, satu per satu mahasiswa diberi kertas soal ujian. Soalnya hanya berupa ilustrasi gambar dan penjelasan sedikit mengenai fungsi pajak. Tugas kami menyampaikan, apa hubungannya gambar tersebut dengan fungsi pajak. Dan dijelaskan menurut pendapat masing-masing.
Otomatis kertas fotocopyan yang tadi teman-teman saya copy, tidak ada manfaatnya.
Karena teman saya yang ketus tadi, posisi duduknya ada disebelah kiri saya. Akhirnya mau tidak mau, dia tanya juga ke saya. Jawaban apa yang harusnya dia berikan. Dia minta clue ke saya. Karena pada dasarnya fungsi dari pajak saja dia tidak mengerti. Bagaimana bisa menjelaskan apa hubungannya dengan gambar tersebut.
Saya kasihan, akhirnya saya jelaskan sedikit jawaban untuknya, supaya dia bisa terbantu.
Sebelum-sebelumnya pun saya pernah kurang dihargai dia. Oleh orang yang sama. Ketika saya presentasi didepan tentang sejarah lahirnya pancasila.
Karena tampilan slide presentasi saya sedikit isinya, hanya point-pointnya saja. Dan ceritanya semua ada diucapan saya. Akhirnya semua audiens (teman-teman saya) diharuskan mendengarkan saya.
Sebenarnya itu trik supaya ketika maju kedepan, tampil presentasi, semua mata bisa tertuju padaku. Hehe
Cara menarik perhatian orang lain lah intinya.
Ketika selesai presentasi, semua tepuk tangan kecuali teman saya yang rese itu.
Saya kembali ketempat duduk saya, dan bukannya memberi kesan yang baik.
Ucapannya malah seperti ini, “Fitra, lu berapa minggu cuma buat ngapalin sejarah gituan? Sampe apal banget”
Dalam hati, “Sialan banget”.
Tadinya saya ingin jawab ketus juga, tapi saya ingat tulisan Pak Boss yang judulnya “Tak Usah Marah Ketika Orang Lain Underestimate Pada Kita”
Lewat tulisan itu saya tahu dan banyak referensi bacaan bagus, tentang bagaimana sikap kita ketika orang lain menganggap remeh.
Justru ketika orang lain underestimate kepada kemampuan kita, itu bisa dijadikan motivasi untuk membuktikan bahwa kita sebenarnya lebih unggul dari mereka yang suka meremehkan.
Kalau kita diremehkan dan yang meremehkan mau mencontek, bilang saja sekalian, “Wah saya gak tahu soalnya tadi nggak ikut fotocopy-an”
Kita tidak harus berhutang budi pada yang under estimate sama kita. Kita tidak harus merasa bersalah karena kita lebih unggul dari dia.
Dan ingat juga ya, kalau dia under estimate sama kita, memangnya kita tidak bisa under estimate sama dia. Kan nggak berteman sama dia juga nggak apa-apa.
Jadi, adakalanya kita melewati orang yang tidak menghargai kita. Tidak apa-apa. Do not feeling guilty.