Sejak hari Senin kemarin, saya sudah memulai perkuliahan di institut tercinta. STIAMI. Saya seperti jilat ludah sendiri. Pasalnya saya pernah mengatakan “tidak mau kuliah disana”. Nyatanya sekarang saya jadi salah satu mahasiswa nya.
Hari pertama kuliah. Semangat itu pasti, terlalu semangat juga mungkin. Di jadwal perkuliahan saya itu tertera jam masuk pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB. Cukup lama, lima jam belajar untuk mengejar 19 SKS dalam satu semester ini.
Sekitar 16.30 WIB lebih sedikit saya sudah keluar kantor, menuju kampus. Untungnya kampus saya dekat dengan tempat kerja. Paling-paling kalau telat pasti karena macet dihadang palang pintu rel kereta, menunggu 2 sampai 3 kereta melintas secara bergantian.
Nama saya terdaftar di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) STIAMI. Jurusan Ilmu Administrasi Publik/Negara. Terkonsentrasi di Administrasi Perpajakan. Bukan basic saya dalam hal hitung menghitung. Di SMK dulu, selama 3 tahun saya belajar ilmu IT. Hanya saja pernah pengalaman satu tahun bekerja dibagian Finance & Accounting, kemudian tertarik dengan perpajakan. Karena alasan tertentu.
Di hari pertama ini, selain saya datang ontime ternyata saya juga dapat dosen pengajar yang tidak suka buang-buang time. Artinya, dia manfaatkan waktu untuk semaksimal mungkin mengejar materi. Dalam mata kuliah dasar-dasar akuntansi.
Dengan segala kedisplinannya, dibuatlah peraturan seperti ini :
1. Mahasiswa harus datang tepat waktu, apabila datang terlambat dengan alasan apapun maka dianggap tidak hadir.
2. Tidak diperkenankan membunyikan dan membuka handphone ketika kegiatan belajar sedang berlangsung. Yang diatas meja hanya buku note dan pulpen.
3. Menghitung menggunakan kalkulator atau alat hitung lainnya. Tidak boleh kalkulator hp atau laptop.
4. Pengumpulan tugas sesuai deadline, apabila lewat dari batas pengumpulan tugas maka dianggap tidak mengerjakan.
5. Kuis tidak menggunakan kertas atau alat catat lainnya, harus maju satu persatu tulis langsung di papan tulis.
6. Ketika UTS atau UAS wajib menggunakan pensil 2B.
Serasa seperti waktu SMP dulu.
Yang semula saya kira masih masa-masa perkenalan dan mungkin tidak belajar ternyata malah belajar dan dapat tugas. Masih dasar lho ya, tapi sudah lumayan buat otak seperti kelebihan kapasitas.
Ketika pelajaran ini berlangsung, mata saya seperti dipaksa untuk bangun. Terus memperhatikan dosen itu, kekanan atau kekiri. Terus saya ikuti, hingga jam pelajarannya berakhir. Pelajaran yang disampaikan beliau, ternyata ada semua di aplikasi Zoho. Aplikasi keuangan di kantor saya. Jadi saya masih bisa santai.
Masuk ke mata kuliah kedua. Bahasa Inggris I. Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB. Semangat mulai kendor. Ngantuk. Padahal di mata kuliah ini hanya belajar cara perkenalan diri formal/informal. Mudah tapi malu dipraktekkan.
Dari awal hingga akhir pelajaran, dosen saya yang dahi dan sebagian kepalanya selalu bersinar itu berbicara dalam bahasa inggris. Alhamdulillah saya paham dan mengerti. Yang kasihan itu teman depan dan kanan kiri saya.
Teman depan saya tinggal di Rawa Kuning, teman kanan saya tinggal di Rawa Lumbu, dan teman kiri saya tinggal di Kp. Bulu daerah Tambun. Mereka semua orang betawi asli. Nyablak beud. Mereka protes ke dosennya. Minta jangan ngomong pakai bahasa Inggris terus. Nggak ngerti.
Di sesi motivasi.
Kata teman kiri saya dengan logatnya, “Liat dah, mata dosennya ngondoi ya, udah botak separo, suaranya mirip, pas banget lagi motivasiin orang. Mirip siapa dah? Mirip Mario Teguh kaga pake kacamata”
Rumpi. Gara-gara ucapan itu barisan sejajar saya tertawa. Dosen bahasa Inggris saya itu sadar. Kemudian dia jelaskan. Three problems of listening (tiga masalah dalam belajar)
1. False Listening (Salah Mendengarkan)
2. Distraction (Gangguan)
3. Critical Listening (Mengkritik Pelajaran)
Sambil matanya selalu ke arah barisan sejajar kami. Mungkin itu singgungan untuk saya dan teman-teman saya.
Lagi pula sudah malam. Kelas saya yang terakhir keluar. Belajar bahasa Inggris itu salah jadwal, alhasil jawabnya “yes yes yes” saja biar cepat pulang. Sudah gelisah, melihat kelas lain sudah dipulangkan. Tapi kata dosen saya itu termasuk kedalam “masalah gangguan”, yang ada di nomor dua. Jadi kami meneruskan pelajaran hingga jam 21.45 WIB. Sampai kampus mulai gelap.
Sungguh kesan kuliah pertama yang melelahkan. Seperti ini rasanya kuliah selepas bekerja.
Tapi saya appreciate juga kepada teman-teman seperjuangan yang sudah berkeluarga atau buruh pabrik menjelang habis kontrak, yang masih mau belajar. Cari ilmu. Untuk masa depan. Ada keinginan kuliah, dan berani menjalani saja itu sudah punya nilai tambah. Bonusnya nanti kalau sudah lulus, ada gelar S.AP dibelakang nama kami semua yang saat ini sedang mengejar reward tersebut. In Shaa Allah.