Kebiasaan bangun pagi, mungkin biasa dilakukan di tiap-tiap daerah baik di kampung ataupun di kota. Saat ini saya ada di kampung. Bangun jam 04.00 WIB itu bisa dibilang telat bangun.
Kalau di Bekasi biasanya berangkat ke pasar itu jam 06.00 atau jam 07.00 tapi disini jam segitu para pedagang sudah mulai beberes dan pulang kerumah.
Aktivitas pasar dimulai jam 02.00 pagi. Apalagi tidak setiap hari pasar buka. Dihari-hari tertentu saja. Kalau disini namanya Wage-an. Pasarnya buka dihari Wage saja dalam kalender Jawa. Karena telat melihat aktivitas pasar, akhirnya saya diajak ke peternakan batako milik kakak sepupu saya.
Dicerita sebelumnya saya pernah menjelaskan tentang budidaya jamur tiram milik kakak sepupu saya juga. Kali ini saya akan menceritakan bagaimana proses pembuatan batako dan gorong-gorong (bis). Ya, kali ini cerita saya tentang bahan bangunan.
KENAPA USAHA BATAKO?
Usaha ini dimulai ketika kakak sepupu saya yang dulunya bekerja sebagai pegawai bank. Bosan dengan posisinya sebagai manager yang hanya diam, dan kerja sambil duduk seharian. Akhirnya dia resign. Resign, dengan bekal ilmu membuat bahan bangunan. Berkat tanya menanya juga pada temannya. Kini dia melakoni usahanya yang sudah berjalan 1,5 tahun. Awalnya dia bingung ingin usaha apa? Karena sudah punya agen sembako. Akhirnya, dia memutuskan untuk usaha yang tidak ada masa expired nya.
Tempat usahanya ada di daerah Jatipurno. Didaerah sana banyak usaha-usaha pembuatan batu bata, batako, dan gorong-gorong (bis). Cengkeh pun juga ada hanya saja harus naik ke puncak gunung sana.
PEMBUATAN BATAKO
Saya coba tanya-tanya ke karyawan kakak saya itu. Untuk pembuatan batako, dari proses awal hingga siap dijual.
Ada tiga pekerja tetap pembuat batako disini. Satu orang dalam 2 jam bisa menghasilkan 70 batako. Dengan takaran :
- Pasir Tras halus lima angkong,
- 1 Sak semen seberat 40kg,
- Dan air secukupnya tidak sampai encer, hanya supaya tercampur saja semua bahannya. Kira-kira 3 kali disiram ukuran ember cat besar.
Kemudian bahan-bahan yang sudah dicampur, diaduk merata. Pasir-pasir yang digunakan, sebelumnya sudah disaring. Tujuannya supaya tidak ada batu kerikil yang ikut tercampur.
Selanjutnya pasir yang sudah diaduk, dicetak satu persatu, diisi hingga padat. Sambil dipukul-pukul. Seperti yang ada dalam video dibawah ini.
Jika sudah terbentuk, didiamkan selama 3 hari. Dan baru bisa dijual. Harga persatu batako dijual Rp3.200. Kecuali jika si pembeli, angkut lebih dari 1000 batako. Ada diskon Rp200 perbatakonya. Untuk pekerja biasanya diberi upah 500 per batako.
Pekerja disini rata-rata adalah mereka yang bingung ingin kerja apa. Jadi selain untuk mencari nafkah keluarga kakak sepupu saya. Sebenarnya usaha ini didirikan juga untuk membuka lapangan pekerjaan untuk mereka yang tidak punya pekerjaan tetap atau tidak punya lahan.
Jika waktu panen tiba, mereka yang biasa bekerja membuat batako pergi ke sawah tetangga untuk bantu-bantu panen padi. Kalau masuk musim tanam padi hingga padi menguning, mereka kembali membuat batako. Dan biasanya anak-anak sekolah SMA pun, ikut membuat batako sebagai pencari uang jajan tambahan. Di hari libur, mereka datang ramai-ramai membuat batako. Mereka catat sendiri, berapa batako yang mereka buat. Dan upahnya bisa dicairkan kapanpun. Misalnya mereka mau beli handphone, mereka akan rajin datang membuat batako dan sesekali bilang ke Boss nya yang tak lain kakak sepupu saya itu. Kredit handphone dibayar pakai batako. Hehehe…
Keuntungan bersih yang didapat kakak saya, per 1000 batako adalah Rp800.000. Dan usaha bahan bangunan disini dibilang sangat menguntungkan, apalagi musim-musim lebaran. Mereka akan merenovasi rumahnya. Makanya nggak heran rumah-rumah di Jawa itu luas dan bagus-bagus.
LIMBAH BATAKO
Lalu kalau batako yang gagal dijual karena cacat dikemanakan? Dibuang begitu saja?
Nggak dong. Batako yang gagal dijual, atau bentuknya cacat. Bisa digunakan kembali untuk pembuatan gorong-gorong.
Caranya gimana?
Caranya batako yang gagal dijual, dihancurkan kembali. Maka akan menjadi butiran-butiran pasir. Kemudian dicampurkan bersama dengan kerikil, pasir tras, dan semen. Kemudian diberi air hingga encer.
Ada alat cetak khususnya juga. Dan ada masing-masing ukurannya. Sebelum dicetak, alat pencetak gorong-gorong diberi oli terlebih dahulu. Kemudian bawahnya diberi plastik. Tujuannya supaya gorong-gorong yang basah tidak menyentuh tanah. Kalau menyentuh tanah, jika sudah kering pasti susah dicabutnya. Makanya harus dilapisi plastik.
Kemudian bahan yang sudah tercampur, dimasukkan kedalam alat pencetak. Sama seperti batako, didiamkan selama 3 hari. Harga jual per gorong-gorong ukuran 150 cm adalah Rp150.000. Dengan upah pekerja Rp15.000. Ukuran 20 cm, diberi upah Rp5.000.
Seperti ini kira-kira proses penaikan gorong-gorong ke armada, kalau ada yang beli. Mesti gayeng (pasti senang). Karena berat, jadi harus ramai-ramai gotong masuk ke mobil bak sambil bersorak.
Itulah ilmu yang saya dapat dihari kedua perjalanan liburan saya di Jatisrono. Ditutup dengan makan bakso asli Wonogiri.
Dan mengunjungi wisata Hutan Pinus, dipuncak Seper. Masuknya gratis, karena sudah tutup, terlalu kesorean.
Serta makan malam rumahan, ayam panggang + sayur tempe mlanding (tempe dari lamtoro) sing wuenak, dan ga ada di Bekasi.
Keren sist.. Kayaknya boleh nih nitip batako buat oleh-oleh ke Bekasi, kebetulan aku lagi pengen bangun rumah 😀
Lumatan lama aq kerja diwonogiri, hampir semua kecamatan diwonogiri sdh aq jelajahi, msh inget pertama kali ke wonogiri tahun 2005, blog ini mengingatkanku ke masa2 tersebut. Buat penulisnya salam kenal