Sabtu, 21 Juli 2018. Perjalanan liburan saya dimulai. Berkat kesempatan yang di berikan pak Boss kepada saya dan rekan-rekan kerja di PT Excellent Infotama Kreasindo yang bersedia menghandle pekerjaan saya, akhirnya saya bisa pergi jalan-jalan jauh dari planet Bekasi.
Keberangkatan saya kali ini berbeda, biasanya naik transportasi darat. Dikesempatan kali ini saya putuskan untuk naik transportasi udara. Pesawat terbang. Yang saya pesan tiketnya tiga minggu sebelum tanggal liburan dimulai.
Mungkin bagi sebagian orang yang sering bepergian jauh, naik pesawat adalah hal yang biasa. Tapi tidak bagi saya. Ini adalah pertama kalinya saya terbang. Saat ini saya masih menjadi burung dara, yang suka loncat dari gedung satu ke gedung yang lain. Makanya naik pesawat. Belajar terbang, sebelum menjadi Rajawali. Terbang ke seluruh penjuru dunia. Iyaiyaiya….
Untuk sampai di Bandara Adi Soemarmo (Solo) saya menggunakan maskapai Lion Air. Singa terbang. Sempat mikir aneh-aneh. Takut pesawatnya jatuh lah, ini lah, itu lah. Pokoknya karena ditakut-takutin juga hampir dicancel. Nggak jadi naik pesawat. Tapi saya lawan kalimat “yang katanya, kalau naik Lion Air nanti gini loh” dengan memberanikan diri, “Yo wis mangkat sik, nek montor mabur mu ujug-ujug mudun, tibo neng laut yo wis… wasallam”.
Dengan semangat ’45, berangkat dari rumah jam 05.00 WIB ke Terminal Kayuringin. Kemudian naik DAMRI harga tiket Rp45.000, yang siap antar ke tiap-tiap terminal yang ada di bandara Soekarno-Hatta. Sampai di bandara sekitar jam 07.30 WIB. Dan saya kepagian. Padahal take off jam 11.45 WIB. Awalnya berangkat terlalu pagi untuk menghindari macet, ternyata jalan menuju bandara sepi syekali. Jadi tidak apa-apa sampai lebih pagi, lagi pula saya kan belum tahu cara naik pesawat. Jadi waktu menunggu sampai take off, yang masih tersisa banyak bisa digunakan untuk berbingung-bingung ria mencari tempat cetak tiket dan check in bagasi.
Waktu itu karena memang belum tahu semuanya, pas baru turun dari bis sambil bawa koper, bingung mau ngapain. Ada mesin pembelian tiket. Karena takut salah akhirnya tanya ke satpam. Lalu saya diarahkan ke tempat mesin pembelian tiket itu. Saya tanya ke petugas yang ada disitu. Dia bilang kalau sudah ada boarding pass bisa langsung masuk pintu check in.
Akhirnya saya coba masuk, dan menunjukkan boarding pass yang ada di handphone saya. Saya pikir boarding pass wajib di print, sama seperti naik kereta. Ternyata tidak, cukup tunjukkan saja boarding pass yang sudah dikirimkan via email.
Kemudian melakukan pemeriksaan barang. Barang yang saya bawa untuk liburan adalah satu koper dan satu tas ransel. Isi koper hanya pakaian saja. Sedangkan tas ransel berisi laptop, beberapa perlengkapan mandi, mangga, dan kue bolu. Kalau saya lewat metal detektor. Koper saya lolos, saya juga lolos. Saya lihat tas ransel saya itu tidak kunjung keluar dari mesin pemeriksaan barang. Saya khawatir mangga dan kue bolu itu yg jadi penghambat. Beberapa petugas melihat ke arah saya. Saya juga bingung. Saya mendengar salah satu dari mereka bilang, “emang boleh bawa gituan?”. Saya rasa itu lagi ngomongin isi tas saya. Hehe… Kan nggak lucu diamankan gara-gara bawa mangga sama kue bolu. Tapi saya cuek saja, dan nggak lama kemudian tas ransel saya lolos. Yeayyyy….
Sudah lolos, saya bingung lagi harus kemana. Saya tanya ke petugas berbaju putih itu yang sedari tadi teriak, “Check in bagasi atau tidak check in bagasi tujuan Solo bisa ke loket 14.” Saya cari saja loket yang kosong. Dan beruntung, atau mungkin si petugas perempuan itu juga tahu saya baru pertama kali naik pesawat. Saya serahkan boarding pass dihandphone saya dan kartu identitas (KTP). Jantung saya dag-dig-dug, saat koper mulai ditimbang. Karena jatah bagasi saya hanya 20kg. Sebelum ke bandara, sudah saya timbang dirumah pakai timbangan badan. Beratnya itu 10kg. Sampai di bandara, ternyata beratnya 9.8kg. Bersyukur saya nggak perlu tambah biaya untuk bagasi saja.
Tentengan saya berkurang satu. Take off juga masih lama. Perut saya juga sudah bunyi. Saya beli roti saja. Harga Rp37.000 include minum. Habis makan rasanya nyesel gitu. Tapi gapapa, besok-besok sangu sego.
Berjam-jam saya tunggu sampai diperolehkan masuk pesawat. Dua kali bolak-balik kamar mandi juga karena dingin.
Sekitar jam 11.30 WIB diizinkan masuk pesawat.
Biasa saja. Tempat duduknya lebih sempit dari kereta. Dibagi jadi dua sisi, dan masing-masing tiga tempat duduk. Posisi saya ada di 17F. Dekat sayap. Tapi karena ada ibu-ibu salah kursi. Jadi saya duduk di 17A.
Sebelum pramugari memperagakan cara menggunakan alat keselamatan, saya sudah lebih dulu pakai sabuk pengaman. Waktu pramugari memperagakan fungsi masker oksigen, disitu ada penjelasan bahwa masker tersebut akan turun secara otomatis dari kabin pesawat saat tekanan udara di kabin berkurang. Baru mendengar itu saja, dada saya jadi terasa sesak. Mungkin karena nervous juga mendengar mesin pesawat mulai terdengar kencang.
Pesawat siap lepas landas. Kecepatan bertambah. Saya keringat dingin. Belum sampai diatas awan. Telinga saya rasanya budeg. Salahnya saya tidak pakai earphone atau headset. Sedangkan saya lihat disebelah kanan saya, mereka semua pakai alat penutup telinga.
Pesawat mulai menembus awan. Kali ini saya benar-benar merasakan guncangannya. Dan bukan katanya-katanya lagi. “Katanya kalau naik pesawat lewat awan itu gujlak-gujlak kayak naik bis lewat bebatuan”. Dan saya bisa merasakannya sendiri. Sempat khawatir, dan tidak bisa tenang. Guncangannya makin terasa. Padahal itu kondisi normal, berarti pesawat aman tidak ada celah atau lubang di badan pesawat.
Dan baru kali ini melihat pemandangan yang berbeda. Oh seperti ini pemandangan diatas awan. Terasa sangat lama, rasanya pesawat yang saya tumpangi diam disitu saja tidak melaju kedepan. Baru tidur 15 menit. Sudah ada pengumuman bahwa pesawat sebentar lagi mendarat di bandara tujuan. Cepat sekali. Telinga saya terasa sakit. Saya ceritakan kepada Boss saya dan ibu saya. Boss saya bilang, itu normal. Ibu saya bilang, sebentar lagi rasa sakitnya juga hilang.
Yang terakhir, pengambilan bagasi. Diatas sudah ada papan penunjuk arah. Pengambilan bagasi ada dibawah. Semua orang sudah mengantre. Tak lama koper saya keluar. Selesai sudah urusan saya di bandara. Saya sudah bisa keluar dengan perasaan bangga pada diri sendiri.
Perjalanan saya belum berhenti begitu saja di Bandara Adi Soemarmo. Saya masih harus melanjutkan perjalanan ke Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Dan jaraknya itu lumayan bikin pusing kepala.
Seperti itulah cerita saya pertama kalinya naik pesawat. Kalau ditanya, “Mau nggak naik pesawat lagi?”. Jawabannya adalah, “Mau! Sekalian ajak adik-adik saya supaya tahu rasanya terbang diatas awan.”